Tuesday, January 5, 2016

GOOD GOVERNANCE


Dosen Pengampu :
Eka Yuli Astuti, MH


Disusun Oleh :



HOIRUL AMRI

Semester II

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH 2014/2015



KATA  PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami selaku penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun selain untuk memenuhi tugas mata kuliah “KEWARGANEGARAAN” tetapi juga agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang good governance, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pendidikan kewarga negaraan (KEWARGANEGARAAN)  yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.Terima kasih.






PEMAKALAH






DAFTAR ISI


HALAMA JUDUL....................................................................................   I
KATA PENGANTAR..............................................................................   II
DAFTAR ISI..............................................................................................   III

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah...................................................................   1
B.     Rumusan Masalah............................................................................   1
C.     Tujuan Penulisan..............................................................................   1

BAB II PEMBAHASAN
1.      Pengertian good governance............................................................   6
2.      Penerapan good governance di Indonesia.......................................   7
3.      Prinsip-prinsip Pokok Good Governance.........................................   8
4.      Konsepsi Good Governance............................................................ 11
5.      Karakteristik Dasar Good Governance............................................   13
6.      Hubungan antara Good Governance dengan Otonomi Daerah.......   15
7.      Pelaksanaan Otonomi Daerah melalui Good Governance...............   17

BAB III PENUTUP
Kesimpulan..................................................................................................   19
DAFTAR PUSTAKA                     







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
           Good Governance diperkenalkan oleh Bank Dunia dalam publikasinya Sub Saharan Africa : From Crisis to Sustainable Growth pada tahun 1989. Wacana ini memiliki tujuan untuk “memberdayakan masyarakat umum yang ada di Benua Afrika. Wacana Good Governance sendiri yang bergulir pada dekade tahun 90-an tentunya tidak lepas dari perubahan peta politik dunia yang begitu dinamis kala itu. Adapun perubahan-perubahan  tersebut disinyalir disebabkan oleh tiga faktor antara lain hilangnya legitimasi, keruntuhan ekonomi, dan protes rakyat.
           Pemikiran tentang good governance ini pertama kali dikembangkan oleh lembaga dana internasional seperti world bank, UNDP dan IMF dalam rangka menjaga dan menjamin kelangsungan dana bantuan yang diberikan kepada negara sasaran bantuan. Penyandang dana bantuan memandang bahwa setiap bantuan untuk negar-negara didunia terutama negara berkembang, sulit berhasil tanpa adanya Good Governance.
           Karena itu Good Governance menjadi isu sentral dalam hubungan lembaga-lembaga multilateral tersebut bersama negara sasaran, disisi lain memaknai Good Governance sebagai aplikasian kongkrit dari pemerintahan demokrasi dengan demikian Good Governance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan maupun hasil-hasilnya semua unsur pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat menghambat proses pembangunan.

B.     Rumusan Masalah
           Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari Good Governance?
2.      Apa saja prinsip-prinsip Good Governance ?
3.      Apa yang menjadi penyebab Good Governance masuk ke Indonesia?

C.    Tujuan
            Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Memenuhi tugas mata kuliah kewarganegaraan
2.      Memberikan pemahaman mengenai pengertian dari Good Governance
3.      Memberikan gambaran bagaimana penerapannya di Indonesia
4.      Menelusuri bagaimana Governance menjadi jalan keluar yang di gembar-gemborkan pada masa orde baru ke reformasi.










BAB II
GOOD GOVERNANCE

A.    Pengertian Government
Pemerintah atau ''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai "The authoritative direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state, city, etc" (pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau dari sisi semantik, kebahasaan governance berarti tata kepemerintahan dan good governance bermakna tata kepemerintahan yang baik.
Di satu sisi istilah good governance dapat dimaknai secara berlainan, sedangkan sisi yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan, Apabila istilah ini dirujuk pada asli kata dalam bahasa Inggris: governingf maka artinya adalah mengarahkan atau mengendalikan, Karena itu gooc governance dapat diartikan sebagai tindakan untuk mengarahkan, mengen­dalikan, atau memengaruhi masalah publik. Oleh karena itu ranah good gov­ernance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi jugs pada ranah masyarakat sipil yang dipresentasikan oleh organisasi nonpe-merintah dan sektor swasta. Singkatnya, tuntutan terhadap good governance tidak hanya ditujukkan kepada penyelenggara negara atau pemerintah, me-lainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan.
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan yang baik adalah baik dalam proses maupun hasilnya. Semua unsui dalam pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat, serta terbebas dari gerakan-gerakan an-arkis yang bisa menghambat proses dan laju pembangunan. Pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, baik dalam aspek produk-tivitas maupun dalam daya belinya; kesejahteraan spiritualnya meningkal dengan indikator rasa aman, bahagia, dan memiliki rasa kebangsaan yang tinggi.[1]
Secara umum istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance memiliki pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga Negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan bahwa good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor swasta.[2]
B.     Penerapan good governance di Indonesia
dilatarbelakangi oleh dua hal yang sangat mendasar:
a.      Tuntutan eksternal:  Pengaruh  globalisasi  telah  memaksa  kita  untuk  menerapkan Good governance. Good Govermence telah menjadi ideologi baru negara dan lembaga donor internasional dalam mendorong negara-negara anggotanya menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan internasional. Istilah  good governance mulai mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan interaksi antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan politik daiam negeri Indonesia.
b.      Tntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse of power yang terwujud dalam bentuk KKN (korupsi, kolusi, dan spotisme) dan sudah sedemikian rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan. Proses check and balance tidak terwujud dan dampaknya lenyeret bangsa Indonesia pada keterpurukan ekonomi dan ancaman isintegrasi. Berbagai kajian ihwal korupsi di Indonesia memperlihatkan Drupsi berdampak negatif terhadap pembangunan melalui kebocoran, \ark up yang menyebabkan produk high cost dan tidak kompetitif di asar global (high cost economy), merusakkan tatanan masyarakat dan ?hidupan bernegara. Masyarakat menilai praktik KKN yang paling lencolok kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh ibang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini lengarahkan wacana pada bagaimana menggagas reformasi birokrasi emerintahan (governance reform).
Realitas sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana mendorong a menerapkan nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tralisasi penyelenggaraan pemerintahan. Good governance ini dapat sil bila pelaksanaannya dilakukan dengan efektif, efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, serta dalam suasana demokratis, akuntabel, dan transparan.[3]
C.    Prinsip-prinsip Pokok Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
1.      Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
2.      Penegakan Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter sebagai berikut :
a.       Supremasi hukum
b.      Kepastian hukum
c.       Hukum yang responsitif
d.      Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e.       Independensi peradilan
3.      Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat 8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan, yaitu :
a.       Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan
b.      Kekayaan pejabat publik
c.       Pemberian penghargaan
d.      Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e.       Kesehatan
f.       Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g.      Keamanan dan ketertiban
h.      Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4.      Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka menyampaikan keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5.      Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
6.      Kesetaraan (equity)
Clean vand good governance juga harus didukung dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
7.      Efektivitas dan efisiensi
Konsep efektivitas  dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.
8.      Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi yakni akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan  tugas-tugasnya terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua akuntabilitas horisontal yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara.
9.      Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa persoalan dan  tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.[4]

D.    Konsepsi Good Governance
Pemerintah atau government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative direction and administration of the affairs of men/women in a na-loft, state, city, etc." Atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan idministrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira, negara bagian, kota, dan sebagainya." Bisa juga berarti "The governing )Ody of nation, state, city, etc." Atau lembaga atau badan yang menyeleng-[arakan pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan sebagainya.
Sedangkan istilah "kepemerintahan" atau dalam bahasa Inggris "governance" adalah "The act, fact, manner of governing," berarti: tindakan, fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan." Dengan demikian 'governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman (l993) bahwa govrrnanco lebih merupakan "...serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.”
Istilah "governance" tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarah-an, pembinaan penyelenggaraan serta bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila terdapat istilah public gover­nance, private governance, corporate governance, dan banking governance. Governance sebagai terjemahan dan pemerintahan kemudian berkembang dan menjadi populer dengan sebutan kepemerintahan atau tata kelola, se-dangkan praktik terbaiknya disebut kepemerintahan atau tata kelola yang baik (good governance).
Secara konseptual, pengertian kata baik (good) dalam istilah kepeme­rintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman:
a.       Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuaa rakyat dalam mencapai tujuan (nasional) kemandirian, pembangunarr berkelanjutan, dan keadilan sosial.
b.      Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya, lembaga administrasi negara mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada:
a.       Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.
b.      Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan ele men-elemen konstitusinya seperti: legitimacy (apakah pemerintah d/pi-lih oleh dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability scur-ing of human right, autonomy, and devolution of power dan assurance of civian control. Sedangkan orientasi kedua, bergantung pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administrasinya berfungs/ so cara efektif dan efisien.
Lembaga Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwa wujud gooey governance adalah menyelenggarakan pemerintahan  negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara domain domain negara, sektor swasta, dam masyarakat.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan arti good governance sebagai berikut: Kepemerintahan yang mengemban menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntaDintas, transparansi, )dayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan lapat diterima oleh seluruh masyarakat."
Dengan demikian, pada dasarnya pihak-pihak yang berkepentingan lalam kepemerintahan (governance stakeholders) dapat dikelompokkan rienjadi tiga kategori, yaitu :
1.      Negara/Pemerintahan. Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh darr itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2.      Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti: industri pengelolaan perda-gangan, perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
3.      Masyarakat Madani. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.

E.     Karakteristik Dasar Good Governance
Ada tiga karakteristik dasar good governance:
1.      Diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi se-buah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi. Dengan kata lain, plu­ralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam kehidupan. Plural­isme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya kreativitas yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta apabila manusia memiliki sikap inklusif dan kemampuan (ability) menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan, identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.
2.      Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama maupun terhadap umat agama lain. Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu, Quraish Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama, namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling menghormati.
3.      Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan, demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat madani mempunyai ciri-ciri ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan sains dan teknologi, berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan progresif, mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik, mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat.[5]
F.     Hubungan antara Good Governance dengan Otonomi Daerah
Upaya pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan keinginan pemerintah untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi para penyelenggara pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan penyimpangan.
Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi satu sama lainnya, yaitu :
1.      Urusan Pemerintahan
2.      Kelembagaan
3.      Personil
4.      Keuangan
5.      Perwakilan
6.      Pelayanan Publik
7.      Pengawasan.
Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar yang akan ditata dan dikembangkan serta direvitalisasi dalam koridor UU No. 32 Tahun 2004. Namun disamping penataan terhadap tujuan elemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari grand strategi yang merupakan kebutuhan nyata dalam rangka penataan otonomi daerah di Indonesia secara keseluruhan yaitu penataan Otonomi Khusus NAD, dari Papua penataan daerah dari wilayah perbatasan , serta pemberdayaan masyarakat.Setiap elemen tersebut disusun penataannya dengan langkah-langkah menyusun target ideal yang harus dicapai, memotret kondisi senyatanya dari mengidentifikasi gap yang ada antara target yang ingin dicapai dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini.
Meskipun dalam pencapaian Good Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai organisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk menghindari kesenjangan didalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat penting. Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar absahnya sebuahnegara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak otonami kepada daerah juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk mengatur dan menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004), Pengawasan oleh masyarakat.
Sementara itu dalam upaya mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur dalam Pasa127 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni, akuntabilitas lebih dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal ini merupakan antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja yang terukur,maka laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak mempunyaidampak politis ditolak atau diterima. Dengan demikian maka stabilitas penyelenggaraanpemerintahan daerah dapat lebih terjaga.
Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara: Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah.
Informasi dan pendapat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam menjalankan pengawasan. Dengan demikian, jelas bahwa Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dipersiapkan untuk menjadi instrumen yang diharapkan dapat menjadi ujung tombak pelaksanaan konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan di indonesia.
G.    Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah melalui Good Governance
Good governance dapat ditinjau sebagai bentuk pergeseran paradigma konsep goverment (pemerintah) menjadi governance (kepemerintahan). Secara epistemologis, perubahan paradigma goverment berwujud pada pergeseran mindset dan orientasi birokrasi sebagai unit pelaksana dan penyedia layanan bagi masyarakat, yang semula birokrat melayani kepentingan kekuasaan menjadi birokrat yang berorientasi pada pelayanan publik.
Salah satu bentuk layanan tersebut adalah penertiban regulasi yang dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat. Akan tetapi, sebelum lebih jauh kita  menelaah kiat-kiat dalam menciptakan regulasi yang kondusif, tidak ada salahnya apabila kita memulainya dengan memahami terlebih dahulu beberapa konsep dasar dalam kebijakan publik.
Dalam kacamata awam, pemerintahan yang baik identik dengan pemerintahan yang mampu memberikan pendidikan gratis, membuka banyak lapangan kerja, mengayomi fakir miskin, menyediakan sembako murah, memberikan iklik investasi yang kondusif dan bermacam kebaikan lainnya. Dengan kata lain, pemerintah dianggap baik apabila ia mampu melindungi dan melayani masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan umum yang berkualitas merupakan ukuran untuk menilai sebuah pemerintahan yang baik, sedangkan pelayanan umum yang buruk lebih mencerminkan  pemerintahan  yang miskin inovasi dan tidak memiliki keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya (bad governance).
Berbicara tentang good governance biasanya lebih dekat dengan masalah pengelolaan manajemen pemerintahan dalam membangun kemitraan dengan stake holder (pemangku kepentingan). Oleh karena itu, good governance menjadi sebuah kerangka konseptual tentang cara memperkuat hubungan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan. Hubungan yang harmonis dalam nuansa kesetaraan merupakan prasyarat yang harus ada. Sebab, hubungan yang tidak harmonis antara ketiga pilar tersebut dapat menghambat kelancaran proses pembangunan.[6]
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konsep good governance yang dijelaskan tersebut berlaku untuk semua jenjang pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Mau tidak mau, mampu ataupun tidak mampu, dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance karena prinsip tersebut telah menjadi paradigma baru didalam menyelenggarakan kepemerintahan yang digunakan secara universal.
Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancangan undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal tersebut harus di lakukan. Pada sisi lain, pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan konsep good governance kepada seluruh jajaran pemerintahan karena konsep tersebut menjadi salah satu ukuran keberhasilan birokrasi pemerintahan.



DAFTAR PUSTAKA

Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha Ilmu, 2009 )

Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE  UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm. 215

http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-good-governance.html



[1] Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha Ilmu, 2009 )
[2] Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE  UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm. 215
[3] Ibid. Srijanti,dkk.
[4] Ibid, hlm. 218-228
[5] Ibid Srijanti,dkk.
[6] http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-good-governance.html
Add to Cart

0 komentar:

Post a Comment