Dosen
Pengampu :
Eka
Yuli Astuti, MH
Disusun
Oleh :
HOIRUL AMRI
Semester II
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
PROGRAM
STUDI EKONOMI SYARI’AH 2014/2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah
SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh
kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami selaku penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah “KEWARGANEGARAAN” tetapi juga agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentang good governance, yang kami sajikan
berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun dengan
berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen pendidikan kewarga negaraan
(KEWARGANEGARAAN) yang telah membimbing penyusun agar dapat menyelesaikan
makalah ini.
Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Walaupun makalah ini
memiliki kelebihan dan kekurangan.Terima kasih.
|
PEMAKALAH
|
DAFTAR ISI
HALAMA JUDUL.................................................................................... I
KATA PENGANTAR.............................................................................. II
DAFTAR ISI.............................................................................................. III
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................ 1
C.
Tujuan Penulisan.............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian good
governance............................................................ 6
2. Penerapan good
governance di Indonesia....................................... 7
3. Prinsip-prinsip Pokok Good Governance......................................... 8
4. Konsepsi Good
Governance............................................................
11
5. Karakteristik
Dasar Good Governance............................................ 13
6. Hubungan antara Good Governance dengan Otonomi
Daerah....... 15
7. Pelaksanaan Otonomi Daerah melalui Good
Governance............... 17
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Good Governance diperkenalkan oleh Bank Dunia dalam publikasinya Sub Saharan
Africa : From Crisis to Sustainable Growth pada tahun 1989. Wacana ini
memiliki tujuan untuk “memberdayakan masyarakat umum”
yang ada di Benua Afrika. Wacana Good Governance sendiri yang bergulir
pada dekade tahun 90-an tentunya tidak lepas dari perubahan peta politik dunia
yang begitu dinamis kala itu. Adapun perubahan-perubahan tersebut disinyalir disebabkan oleh tiga faktor antara lain hilangnya legitimasi, keruntuhan
ekonomi, dan protes rakyat.
Pemikiran tentang good
governance ini pertama kali dikembangkan oleh lembaga dana internasional
seperti world bank, UNDP dan IMF dalam rangka menjaga dan menjamin kelangsungan
dana bantuan yang diberikan kepada negara sasaran bantuan. Penyandang dana
bantuan memandang bahwa setiap bantuan untuk negar-negara didunia terutama
negara berkembang, sulit berhasil tanpa adanya Good Governance.
Karena itu Good
Governance menjadi isu sentral dalam hubungan lembaga-lembaga multilateral
tersebut bersama negara sasaran, disisi lain memaknai Good Governance sebagai aplikasian kongkrit dari pemerintahan
demokrasi dengan demikian Good
Governance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan maupun
hasil-hasilnya semua unsur pemerintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak
saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari
gerakan-gerakan anarkis yang dapat menghambat proses pembangunan.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari Good Governance?
2.
Apa saja prinsip-prinsip Good
Governance ?
3.
Apa yang menjadi penyebab Good Governance masuk ke Indonesia?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari
dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Memenuhi
tugas mata kuliah kewarganegaraan
2.
Memberikan
pemahaman mengenai pengertian dari Good Governance
3.
Memberikan
gambaran bagaimana penerapannya di Indonesia
4.
Menelusuri bagaimana Governance menjadi jalan keluar yang di
gembar-gemborkan pada masa orde baru ke reformasi.
BAB II
GOOD GOVERNANCE
A.
Pengertian Government
Pemerintah atau
''Government" dalam bahasa Inggris diartikan sebagai "The authoritative
direction and administration of the affairs of men/women in a nation, state,
city, etc" (pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan
orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, kota, dan sebagainya). Ditinjau
dari sisi semantik, kebahasaan governance berarti tata kepemerintahan
dan good governance bermakna tata kepemerintahan yang baik.
Di satu sisi
istilah good governance dapat dimaknai secara berlainan, sedangkan sisi
yang lain dapat diartikan sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja
pemerintahan, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan, Apabila istilah ini
dirujuk pada asli kata dalam bahasa Inggris: governingf maka
artinya adalah mengarahkan atau mengendalikan, Karena itu gooc governance dapat
diartikan sebagai tindakan untuk mengarahkan, mengendalikan, atau memengaruhi
masalah publik. Oleh karena itu ranah good governance tidak terbatas
pada negara atau birokrasi pemerintahan, tetapi jugs pada ranah masyarakat
sipil yang dipresentasikan oleh organisasi nonpe-merintah dan sektor swasta.
Singkatnya, tuntutan terhadap good governance tidak hanya ditujukkan
kepada penyelenggara negara atau pemerintah, me-lainkan juga pada masyarakat di
luar struktur birokrasi pemerintahan.
Dari berbagai
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan yang baik adalah baik
dalam proses maupun hasilnya. Semua unsui dalam pemerintahan bisa bergerak
secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat,
serta terbebas dari gerakan-gerakan an-arkis yang bisa menghambat proses dan
laju pembangunan. Pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika produktif dan
memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat, baik
dalam aspek produk-tivitas maupun dalam daya belinya; kesejahteraan
spiritualnya meningkal dengan indikator rasa aman, bahagia, dan memiliki rasa
kebangsaan yang tinggi.[1]
Secara umum
istilah good governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan
tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau
mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Andi Faisal Bakti, istilah good governance
memiliki pengertian pengejawantahan nilai-nilai luhur dalam mengarakan warga
Negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud
pemerintahan yang suci dan damai. Senada dengan Bakti, Santosa menjelaskan
bahwa good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi
dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa
dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif terhadap
kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.Sebagai
sebuah paradigm pengelolaan lembaga Negara, clean and good governance dapat
terwujud secara maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait yaitu
negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor swasta.[2]
B.
Penerapan good governance di Indonesia
dilatarbelakangi
oleh dua hal yang sangat mendasar:
a.
Tuntutan eksternal:
Pengaruh globalisasi telah
memaksa kita untuk
menerapkan Good governance. Good Govermence telah menjadi
ideologi baru negara dan lembaga donor internasional dalam mendorong
negara-negara anggotanya menghormati prinsip-prinsip ekonomi pasar dan
demokrasi sebagai prasyarat dalam pergaulan internasional. Istilah good governance mulai mengemuka di
Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan interaksi antara pemerintah
Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-lembaga donor yang menyoroti
kondisi objektif situasi perkembangan ekonomi dan politik daiam negeri
Indonesia.
b.
Tntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu
penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse
of power yang terwujud dalam bentuk KKN (korupsi, kolusi, dan spotisme) dan
sudah sedemikian rupa mewabah dalam segala aspek kehidupan. Proses check and
balance tidak terwujud dan dampaknya lenyeret bangsa Indonesia pada
keterpurukan ekonomi dan ancaman isintegrasi. Berbagai kajian ihwal korupsi di
Indonesia memperlihatkan Drupsi berdampak negatif terhadap pembangunan melalui
kebocoran, \ark up yang menyebabkan produk high cost dan tidak
kompetitif di asar global (high cost economy), merusakkan tatanan
masyarakat dan ?hidupan bernegara. Masyarakat menilai praktik KKN yang paling
lencolok kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh
ibang-cabang pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Hal ini
lengarahkan wacana pada bagaimana menggagas reformasi birokrasi emerintahan (governance
reform).
Realitas
sejarah ini menggiring kita pada wacana bagaimana mendorong a menerapkan
nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan tralisasi
penyelenggaraan pemerintahan. Good governance ini dapat sil bila
pelaksanaannya dilakukan dengan efektif, efisien, responsif terhadap kebutuhan
rakyat, serta dalam suasana demokratis, akuntabel, dan transparan.[3]
C.
Prinsip-prinsip Pokok Good Governance
Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental
dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu :
1.
Partisipasi (participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam
pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang
mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun
berdasarkan prinsip demokrasi yaitu kebebasan berkumpul dan mengungkapkan
pendapat secara konstruktif.
2.
Penegakan Hukum (rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik
dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan
hukum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan hukum dan penegakannya secara
konsekuen, partisipasi publik dapat berubah menjadi tindakan publik yang
anarkis. Santoso menegaskan bahwa proses mewujudkan cita-cita good governance,
harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan
karakter-karakter sebagai berikut :
a.
Supremasi hukum
b.
Kepastian hukum
c.
Hukum yang responsitif
d.
Penegakan hukum yang konsisten dan non diskriminatif
e.
Independensi peradilan
3.
Transparansi (transparency)
Transparansi (keterbukaan umum) adalah unsur
lain yang menopang terwujudnya good governance. Akibat tidak adanya prinsip
transparansi ini, menurut banyak ahli Indonesia telah terjerembab dalam
kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah. Untuk itu, pemerintah harus
menerapkan transparansi dalam proses kebijakan publik. Menurut Gaffar, terdapat
8 (delapan) aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara
transparan, yaitu :
a.
Penetapan posisi, jabatan dan kedudukan
b.
Kekayaan pejabat publik
c.
Pemberian penghargaan
d.
Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan
kehidupan
e.
Kesehatan
f.
Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik
g.
Keamanan dan ketertiban
h.
Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat
4.
Responsif (responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus
memahami kebutuhan masyarakat-masyarakatnya, jangan menunggu mereka
menyampaikan keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan
menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai
kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
5.
Konsesus (consesus)
Prinsip ini menyatakan bahwa keputusan apapun
harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan
keputusan tersebut, selain dapat memuaskan sebagian besar pihak, juga akan
menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga akan memiliki
kekuatan memaksa bagi semuakomponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan
tersebut.
6.
Kesetaraan (equity)
Clean vand good governance juga harus didukung
dengan asa kesetaraan, yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Asas ini
harus diperhatikan secara sungguh-sungguh oleh semua penyelenggara pemerintahan
di Indonesia karena kenyatan sosiologis bangsa kita sebagai bangsa yang
majemuk, baik etnis, agama, dan budaya.
7.
Efektivitas dan efisiensi
Konsep efektivitas dalam sektor
kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam
pelaksanan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi
masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu membrikan
kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan sosial.
8.
Akuntabilitas (accountability)
Asas akuntabilitas adalah pertanggung jawaban
pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Secara teoritik, akuntabilitas menyangkut dua dimensi yakni
akuntabilitas vertikal yang memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus
mempertanggung jawabkan berbagai kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya
terhadap atasan yang lebih tinggi, dan yang kedua akuntabilitas horisontal
yaitu pertanggungjawaban pemegang jabatan publik pada lembaga yang setara.
9.
Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan
strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Tidak sekedar memiliki agenda
strategis untuk masa yang akan datang, seseorang yang memiliki jabatan publik
atau lembaga profesional lainnya, harus memiliki kemampuan menganalisa
persoalan dan tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.[4]
D.
Konsepsi Good Governance
Pemerintah atau
government dalam bahasa Inggris adalah: "The auhoritative
direction and administration of the affairs of men/women in a na-loft, state,
city, etc." Atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengarahan dan
idministrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah neg-ira,
negara bagian, kota, dan sebagainya." Bisa juga berarti "The
governing )Ody of nation, state, city, etc." Atau lembaga atau badan
yang menyeleng-[arakan pemerintahan negara, negara bagian atau kota, dan
sebagainya.
Sedangkan istilah
"kepemerintahan" atau dalam bahasa Inggris "governance" adalah
"The act, fact, manner of governing," berarti: tindakan,
fakta, pola, dan kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan." Dengan
demikian 'governance adalah suatu kegiatan (proses), sebagaimana
dikemukakan oleh Kooiman (l993) bahwa govrrnanco lebih merupakan
"...serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan
masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat
dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.”
Istilah "governance"
tidak hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan, tetapi juga
mengandung arti pengurusan, pengelolaan, pengarah-an, pembinaan penyelenggaraan
serta bisa juga diartikan pemerintahan. Oleh karena itu tidak mengherankan
apabila terdapat istilah public governance, private governance, corporate
governance, dan banking governance. Governance sebagai terjemahan
dan pemerintahan kemudian berkembang dan menjadi populer dengan sebutan
kepemerintahan atau tata kelola, se-dangkan praktik terbaiknya disebut
kepemerintahan atau tata kelola yang baik (good governance).
Secara
konseptual, pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan
yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman:
a.
Nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan
nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuaa rakyat dalam mencapai tujuan
(nasional) kemandirian, pembangunarr berkelanjutan, dan keadilan sosial.
b.
Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Selanjutnya,
lembaga administrasi negara mengemukakan bahwa good governance berorientasi
pada:
a.
Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan
nasional.
b.
Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan
efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama
mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan ele men-elemen
konstitusinya seperti: legitimacy (apakah pemerintah d/pi-lih oleh dan
mendapat kepercayaan dari rakyatnya), accountability scur-ing of human
right, autonomy, and devolution of power dan assurance of civian control. Sedangkan
orientasi kedua, bergantung pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik
dan administrasinya berfungs/ so cara efektif dan efisien.
Lembaga Administrasi Negara (2000)
menyimpulkan bahwa wujud gooey governance adalah menyelenggarakan
pemerintahan negara yang solid dan
bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi
yang konstruktif diantara domain domain negara, sektor swasta, dam masyarakat.
Selain itu, Peraturan Pemerintah
Nomor 101 Tahun 2000 merumuskan arti good governance sebagai berikut:
Kepemerintahan yang mengemban menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
akuntaDintas, transparansi, )dayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas,
supremasi hukum, dan lapat diterima oleh seluruh masyarakat."
Dengan demikian, pada dasarnya
pihak-pihak yang berkepentingan lalam kepemerintahan (governance
stakeholders) dapat dikelompokkan rienjadi tiga kategori, yaitu :
1.
Negara/Pemerintahan. Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah
kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh darr itu melibatkan pula sektor swasta
dan kelembagaan masyarakat madani.
2.
Sektor Swasta. Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang
aktif dalam interaksi sistem pasar, seperti: industri pengelolaan perda-gangan,
perbankan, dan koperasi, termasuk kegiatan sektor informal.
3.
Masyarakat Madani. Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan
pada dasarnya berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan
perorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang
berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi.
E.
Karakteristik Dasar Good Governance
Ada
tiga karakteristik dasar good governance:
1.
Diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi
se-buah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau tidak mau,
pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi. Dengan kata lain, pluralitas
merupakan sesuatu yang kodrati (given) dalam kehidupan. Pluralisme
bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan konstruktif dan dinamis, dan
merupakan sumber dan motivator terwujudnya kreativitas yang terancam
keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal yang menjadi catatan
penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit akan tercipta apabila
manusia memiliki sikap inklusif dan kemampuan (ability) menyesuaikan
diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan, identitas sejati atas
parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.
2.
Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama
maupun terhadap umat agama lain. Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan
sebagai sikap suka mendengar dan menghargai pendapat dan pendirian orang lain.
Senada dengan hal itu, Quraish Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata
mempertahankan kelestariannya sebagai sebuah agama, namun juga mengakui
eksistensi agama lain dengan memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling
menghormati.
3.
Tegaknya prinsip demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan
persaingan, demokrasi juga merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun
dan memperjuangkan perikehidupan warga dan ma-syarakat yang semakin sejahtera.
Masyarakat madani mempunyai
ciri-ciri ketakwaan yangtinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan sains dan
teknologi, berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan progresif,
mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik, mempunyai
pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan nasib masa
depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga masyarakat.[5]
F.
Hubungan antara Good Governance dengan Otonomi
Daerah
Upaya pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, UU No 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan keinginan
pemerintah untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan
hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan hukum, UU
No. 32 Tahun 2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi para
penyelenggara pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan penyimpangan.
Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan
sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen penyelenggaraan pemerintahan yang saling
mendukung tergantung dari bersinergi satu sama lainnya, yaitu :
1.
Urusan Pemerintahan
2.
Kelembagaan
3.
Personil
4.
Keuangan
5.
Perwakilan
6.
Pelayanan Publik
7.
Pengawasan.
Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar
yang akan ditata dan dikembangkan serta direvitalisasi dalam koridor UU No. 32
Tahun 2004. Namun disamping penataan terhadap tujuan elemen dasar diatas,
terdapat juga hal-hal yang bersifat kondisional yang akan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari grand strategi yang merupakan kebutuhan nyata dalam
rangka penataan otonomi daerah di Indonesia secara keseluruhan yaitu penataan
Otonomi Khusus NAD, dari Papua penataan daerah dari wilayah perbatasan , serta
pemberdayaan masyarakat.Setiap elemen tersebut disusun penataannya dengan
langkah-langkah menyusun target ideal yang harus dicapai, memotret kondisi
senyatanya dari mengidentifikasi gap yang ada antara target yang ingin dicapai
dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini.
Meskipun dalam pencapaian Good Governance
rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat mempunyai hak untuk
menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai organisasi yang bertujuan
mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk menghindari kesenjangan
didalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat penting. Kebijakan
publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar absahnya
sebuahnegara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak otonami kepada daerah
juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk mengatur
dan menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala
daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan
daerah pun telah masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan
nasional (UU no 10 tahun 2004), Pengawasan oleh masyarakat.
Sementara itu dalam upaya mewujudkan
transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur dalam Pasa127 ayat (2),
yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan kewajiban Kepala
Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD,
serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
masyarakat.
Sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat
keuntungan yang dapat diperoleh yakni, akuntabilitas lebih dapat terukur tidak
hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal ini merupakan antitesis
sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian terhadap
laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan
pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada
indikator kinerja yang terukur,maka laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan daerah tidak mempunyaidampak politis ditolak atau diterima. Dengan
demikian maka stabilitas penyelenggaraanpemerintahan daerah dapat lebih
terjaga.
Masyarakat memiliki hak untuk melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan
oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok
maupun organisasi dengan cara: Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi,
kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah daerah maupun DPRD. Penyampaian
pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun
represif atas masalah.
Informasi dan pendapat tersebut disampaikan
kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16
Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan
penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang berwenang. Pasal
tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam menjalankan
pengawasan. Dengan demikian, jelas bahwa Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
dipersiapkan untuk menjadi instrumen yang diharapkan dapat menjadi ujung tombak
pelaksanaan konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan di indonesia.
G.
Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah
melalui Good Governance
Good governance dapat ditinjau sebagai bentuk
pergeseran paradigma konsep goverment (pemerintah) menjadi governance
(kepemerintahan). Secara epistemologis, perubahan paradigma goverment
berwujud pada pergeseran mindset dan orientasi birokrasi sebagai unit
pelaksana dan penyedia layanan bagi masyarakat, yang semula birokrat melayani
kepentingan kekuasaan menjadi birokrat yang berorientasi pada pelayanan publik.
Salah satu bentuk layanan tersebut adalah
penertiban regulasi yang dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi
masyarakat. Akan tetapi, sebelum lebih jauh kita menelaah kiat-kiat dalam
menciptakan regulasi yang kondusif, tidak ada salahnya apabila kita memulainya
dengan memahami terlebih dahulu beberapa konsep dasar dalam kebijakan publik.
Dalam kacamata awam, pemerintahan yang baik
identik dengan pemerintahan yang mampu memberikan pendidikan gratis, membuka
banyak lapangan kerja, mengayomi fakir miskin, menyediakan sembako murah,
memberikan iklik investasi yang kondusif dan bermacam kebaikan lainnya. Dengan
kata lain, pemerintah dianggap baik apabila ia mampu melindungi dan melayani
masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan umum yang berkualitas
merupakan ukuran untuk menilai sebuah pemerintahan yang baik, sedangkan
pelayanan umum yang buruk lebih mencerminkan pemerintahan yang
miskin inovasi dan tidak memiliki keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya
(bad governance).
Berbicara tentang good governance biasanya
lebih dekat dengan masalah pengelolaan manajemen pemerintahan dalam membangun
kemitraan dengan stake holder (pemangku kepentingan). Oleh karena itu,
good governance menjadi sebuah kerangka konseptual tentang cara memperkuat
hubungan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam nuansa
kesetaraan. Hubungan yang harmonis dalam nuansa kesetaraan merupakan prasyarat
yang harus ada. Sebab, hubungan yang tidak harmonis antara ketiga pilar
tersebut dapat menghambat kelancaran proses pembangunan.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konsep good governance yang dijelaskan
tersebut berlaku untuk semua jenjang pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Mau tidak mau, mampu ataupun tidak mampu, dalam
menyelenggarakan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan
prinsip-prinsip good governance karena prinsip tersebut telah menjadi
paradigma baru didalam menyelenggarakan kepemerintahan yang digunakan secara
universal.
Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari
sistem yang berbuat atau rancangan undang-undang yang di rumuskan, melainkan
suatu sikap yang pasti dalam menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa
serta mengapa hal tersebut harus di lakukan. Pada sisi lain, pemerintah pusat
memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan konsep good governance kepada
seluruh jajaran pemerintahan karena konsep tersebut menjadi salah satu ukuran
keberhasilan birokrasi pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Srijanti,dkk. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha Ilmu, 2009 )
Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak
Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif
Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm. 215
http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-good-governance.html
[1]
Srijanti,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa.( Jakarta : Graha
Ilmu, 2009 )
[2] Ubaedillah dan Abdul Rozaq, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani, (Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2007) Cet. IV, hlm.
215
[3]
Ibid. Srijanti,dkk.
[4] Ibid,
hlm. 218-228
[5]
Ibid Srijanti,dkk.
[6]
http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-good-governance.html
0 komentar:
Post a Comment