DISUSUN OLEH:
KHOIRUL AMRI
PRODI EKONOMI ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAI) JURAI SIWO
METRO 2014
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 4
A.
Latar Belakang Masalah..................................................................... 4
B.
Rumusan Masalah.............................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 5
A.
Pengertian ilmu akhlak....................................................................... 5
B.
Ruang lingkup Pembahasan
Ilmu Akhlak dan Tasawuf.................... 6
C.
Manfaat Mempelajari Ilmu
Akhlak.................................................... 10
BAB III PENUTUP..................................................................................... 17
A.
Kesimpulan......................................................................................... 17
B.
Saran................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup
manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Tidakah berlebuihan bila misi utama
kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk menyempurnakan ahlak. Sejarah pun mencatat
bahwa faktor pendukung keberhsilan dakwah beliau itu antara lain karena
dukungan aklaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta
agar akhlak dan keluhuran budi Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh
dalam kehidupan di berbagai bidang. Mereka yang mematuhi permintaan ini dijamin
keselamtan hidupnya di dunia dan akhirat.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan ahlak?
2.
Ruang lingkup pembahasan akhlak?
3.
Ruang lingkup pembahasan akhlak dan tasawuf?
4.
Apa manfaat mempelajari ilmu akhlak?
5.
Hubungan ilmu akhlak dan ilmu lainya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Ahlak
At-tahawani (w.abad II H.), penyusun kasysyaf ishthilahat al-Funun
mendefinisikan ilmu akhlah yang di sebutnya dengan ilmu-ilmu perilaku (ulum
as-suluk )sebagai “pengetahuan tentang apa yang baik dan tidak baik.[1] Ada dua cara yang dapat digunakan untuk memahami ilmu akhlak
yaitu: pendekatan liguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi
(peristilahan).
Segi bahasa akhlak berasal dari bahasa arab yaitu اقلك yang berarti as-sajiyah (perangai) ath-thabi’ah
(kelakuan, watak dasar) al-adat (kebiasaan) ke zalimanal-ma’ruah (peradaban
yang baik) dan al-din (agama). Kata akhlak jamak dari kata khuluq atau khulukun.
Sedangkan untuk merujuk arti akhlak ini dapat di ambil beberapa pendapat
para imam,sebagai berikut:
ImamGazhali berpendapat :
“sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
bermacam-macam perbuatandengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan”.
Secara subtansi definisi akhlak tersebut
saling melengkapi sebagai berikut : Pertama, perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang telah tertanamkuat dalam jiwa seseorang,
sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ketiga,
bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan
tekanan dari luar. Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang di lakukan
dengan sesungguhnya, bukan main-main atau bersandiwara. Kelima, sejalan dengan
ciri yang keempat perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan karena
ikhlas semata-mata karena allah, bukan karena ingin di puji orang.[2]
Dalam mu’jam al Wasith di sebutkan bahwa :
Artinya :“ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai
yang berkaitan
dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan yang baik atau buruk”.
B. Ruang lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak dan Tasawuf
Pokok-pokok yang di bahas dalam ilmu akhlak adalah
intinya perbuatan manusia. Perbuatan tersebut di tentukan kriterianya apakah
baik atau buruk manusia.
Ciri-ciri tingkah laku manusia yang membedakannya
dengan mahluk lainnya:
1. Memiliki kepekaan
sosial. Artinya manusia mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan dan
keinginan orang lain.
2. Memiliki kelangsungan.
Tingkah laku atau perbuatan seseorang tidak sepontan tetapi ada hubungan antara
perbuatan satu dengan yang lainnya.
3. Memiliki orientasi pada
tugas. Tiap-tiap tingkah laku manusia selalu mengarah kepada suatu tugas
tertentu, bahkan seseorang dengan sengaja pergi tidur malam ternyata memiliki
orientasi kepada tugas yang akan dikerjakan kepada esok harinya.
Ahmad Amin mengatakan :”bahwa
objek ilmu akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan
tersebut di tentukan baik atau buruk”. Muhammad Ghazhali
mengatakan bahwa kawasan pembahasan ilmu akhlak
adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
a. Ruang
lingkup ilmu akhlak
Objek pembahasan ilmu akhlak adalah perbuatan manusia untuk selanjutnya
diberikan penilain apakah baik atau buruk, dan mempunyai ciri-ciri perbuatan
yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, telah dilakukan secara kontinyu
sehingga menjadi tradisi dalam kehidupannya.
Dr. Abdullah dalam buku Dustur al-Akhlaq fi al-Islam, membagi ruang lingkup
akhlaq kedalam lima macam aspek kehidupan, yaitu:
1.
Akhlak perorangan ( الأخلا ق الفرد ية)
Akhlak ini dibagi menjadi :
a. Semua hal yang
diperintahkan (al-awamir).
b. Segala yang dilarang (
al-nawahi).
c. Hal-hal yang
diperbolehkan ( al-mubahat).
d. Akhlak dalam keadaan
darurat (al-mukhalafah bi al-idhthirar).
2. Akhlak keluarga ( الأخلا ق الأ سرية)
Akhlak ini juga terbagi menjadi :
a. Kewajiban timbal balik
orang tua dan anak (wajibat nahwa ushul wa al-furu).
b. Kewajiban suami &
isteri ( wajibat baina al-azwaj).
c. Kewajiban terhadap
kerabat dekat (wajibat nahwa al-aqarib).
3. Akhlak bermasyarakat (الأخلا ق الإجتماعية)
Akhlak ini meliputi :
a) Hal-hal yang dilarang
(al-makhdzurat).
b) Hal-hal yang
diperintahkan (al-awamir).
c) Kaidah-kaidah adab
(qawa’id al-adab).
4. Akhlak bernegara (الأخلاق الد و لة)
Akhlak ini meliputi :
a. Hubungan antara
pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina al-rais wa al-sya’b).
b. Hubungan luar negeri
(al-alaqah al-kharijiyyah).
5. Akhlak beragama (الأخلا ق الد ينية)
Akhlak ini meliputi
kewajiban terhadap Allah swt.
Ruang lingkup diatas
dipandang sangat luas karena mencakup semua aspek kehidupan. Secara vertikal
hubungan dengan sang khaliq dan secara horizontal dengan sesama manusia.
Jika ruang lingkup
akhlak tersebut dipersempit tetapi memiliki cakupan yang menyeluruh maka akhlak
tersebut dapat dibagi menjadi :
a. Akhlak (tata krama)
kepada Allah swt.
b. Akhlak kepada Rasul
Allah saw.
c. Akhlak untuk diri
pribadi.
d. Akhlak dalam keluarga.
e. Akhlak dalam
masyarakat.
f. Ahlak bernegara.
b. Ruang Lingkup Ilmu
Tasawwuf
Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan
orientalis barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan
istilah khusus mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada
mistisisme agama-agama lain.
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari
Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa
manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara
bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan
akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti
persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya.
Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “tasawuf/mistisisme islam”
adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah
berada di hadirat Allah SWT. Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna
memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari
Tuhannya.
Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang
mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahan duniawi). Tujuan
tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada
perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa
ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena
belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi.
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu
adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara
langsung dari Tuhan.
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Mustafa Zahri, mengatakan bahwa tujuan perbaikan
akhlak itu adalah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan
amarah sehingga hati menjadi suci dan bersih, bagaikan cermin yang dapat
menerima nur illahi.
Seseorang yang mempelajari ilmu ini akan memiliki pengetahuan tentang
kriteria perbuatan baik dan buruk, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui
perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.
Ilmua akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan
mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang
memiliki IPTEK yang maju disertai akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuaan
yang Ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup
manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern,
memiliki pangkat, harta, kekuasaan, namun tidak disertai dengan akhlak yang
mulia, maka semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya akan menimbulkan
bencana dimuka bumi.[3]
D. Hubungan Ilmu Akhlaq
dengan Ilmu-ilmu Lainnya
a. Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu Tauhid
Hubungan ilmu Akhlak
dengan ilmu Tauhid dapai dilhat dari analis berikut ini diantaranya :
1.
Dilihat dari
segi obyek pembahasannya yaitu menguraikan
masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatannya, dengan demikian Ilmu
Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas, dan keihlasan itu
merupakan salah satu akhlak mulia.
2.
Dilihat dari fungsinya yaitu ilmu Tauhid menghendaki
agar seseorang yang bertauhid tidak hanya cukup menghafal rukun iman yang enam
dengan dalil-dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang yang
bertauhid itu meniru dan menyontoh terhadap subyek yang terdapat dalam rukun
iman itu. Dengan demikian beriman kepada rukun iman yang enam itu akan memberi
pengaruh terhadap pembentukan akhlak mulia.
Jadi jelas bahwa ilmu tauhid sangat erat kaitannya dengan pembinaan akhlak
yang mulia. Dengan demikian dalam rangka pengembangan Ilmu akhlak,
bahan-bahannya dapat digali dari ajaran tauhid dan keimanan tersebut.
b.
Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol,
karena bertasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti
shalat, puasa, haji, zikir, dann lain sebagianya. yang semuanya itu dilakukan
dalam rangka mendekatkatkan diri kepada Allah, ibadah yang dilakukan dalam
rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak.
Dalam hubungan ini Harun Nasution lebih lanjut mengatakan, bahwa
ibadah dalam islam erat sekali hubungannya dengan pendidikan akhlak. Ibadah
dalam Al-qur’an dikaitkan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah
Tuhan dan menjauhi larangan-Nya, yaitu orang yang berbuat baik dan jauh dari
yang tidak baik. Inilah yang dimaksud dengan ajaran amar ma’ruf nahimunkar,
mengajakan orang pada kebaikan dan mencegah orang dari hal-hal yang tidak baik.
Tegasnya orang yang bertakwa adalah orang yang berakhlak mulia. Harun
Nasution lebih lanjut mengatakan, kaum sufilah, terutama yang pelaksanaan
ibadahnya membawa kepada paembinaan akhlak mulia dalam diri mereka.
c.
Hubungan antara ilmu akhlak dengan ilmu jiwa (
ilmu-nafs )
Ilmu jiwa suatu ilmu yang menyelidiki bekas-bekas jiwa seseorang seperti:
pengetahuan, perasaan dan kemauannya, dan dalil bekas dan akibatnya mengambil
faidah dari padanya.
Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan
dalam perilaku manusia. Karenanya dia meneliti tentang suara hati (dhamir),
Kemauan (iradah), daya ingatan, hafalan, dan pengertian, sangkaan yang ringan
(waham) dan kecenderungan-kecenderungan(awathif) manusia.
Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakan manusia untuk
berkata dan berbuat. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok
sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak. Dikatakan oleh Prof. ahmad Luthfi,
tanpa dibantu oleh jiwa, orang tidak akan dapat
menjabarkan dengan baik tugas ilmu akhlaq”.
d.
Hubungan ilmu Akhlak dengan logika ( ilmu manthiq )
Ilmu manthiq ( logic ) adalah pengetahuan yang menggariskan qaidah-qaidah
dan undang-undang berpikir, sehingga terpelihara manusia dalam berfikir.
Jelasnya ilmu manthiq itu untuk membersikan jiwa dan memperhalusnya supaya
dapat berfikir secara baik, mendidik pikiran dan menjaganya agar terhindar dari
kekeliruan dalam membuat suatu hukum yang didasarkan kepada pikiran.
Kalau dipandang ilmu manthiq sebagai alat penimbang mengotrol dan neneriksa
sesuatu yang berasal dari pikiran, maka dia kuat sekali ikatannya dengan ilmu
akhlak dari dua segi:
1) Ilmu manthiq dan ilmu akhlak, masing-masing bertugas
sebagai penimbang sesuatu. Kalau ilmu akhlak merumuskan aturan-aturan di mana
manusia harus berprilaku sesuai dengan aturan itu, maka ilmu manthiq merumuskan
aturan-aturan dimana manusia harus berpikir sesuai dengan aturan yang telah
dirumuskan itu.
2) Ilmu manthiq dan ilmu akhlak keduanya membahas dan meneliti manusia dari
segi yang bersifat kejiwaan, dengan catatan, ilmu
akhlak menyorot manusia dari segi tingkah lakunya sedang ilmu manthiq menyorot
dari segi hasil pikirannya.
Oleh karena itu ilmu manthiq sebagai kunci untuk mengerti filsafat, dalam
pengertian, orang yang tidak memahami ilmu manthiq tidak akan bisa memahami
filsafat. Ilmu akhlak disebut juga dengan filsafat akhlak, maka orang tidak
akan mengerti filsafat akhlak bila tidak mengerti manthiq. Dari uraian diatas
dapat disimpulakan bahwa terarah dan baik atau tidak sesuai prilaku sangat
tergantung dan dipengaruhi kepada baik tidaknya dalam berfikir.
e.
Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu estetika ( ilmu jamal
)
Ilmu estetika adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia dari
aspek kelezatan-kelezatan yang ditimbulkan oleh sesuatu pemandangan yang indah
dalam diri manusia.
Kebanyakan ahli ilmu mengatakan, sangat erat hubungan antara ilmu akhlak
dengan ilmu aestetika, tak obahnya laksana hubungan antara paman dengan
keponakannya di mana diatasnya bertemu pada satu nasab atau keturunan. Hanya
saja kalau ilmu akhlak yang menjadi sasarannya dari segi perilaku ( suluk )
maka ilmu estetika sasarannya dari segi kelezatan yang obyeknya tetap
sama taitu diri manusia.
Allah menyuruh manusia memperhatikan pergantian malam dengan siang dan
sesuatu yang diciptakan Allah, baik yang dilangit dan dibumi. Hal ini merupakan
sebab yang paling kuat pengaruh kedalam jiwa yang membawa manusia mudah beriman
kepada Allah. Dengan mengamati (taammul) alam semesta yang begitu indah dan
kuat serta sedemikian rupa teraturnya menjadi tanda bagi orang yang taqwa.
Dalam surat Yunus ayat 6 Allah berfirman:
* $tBur `ÏB 7p/!#y Îû ÇÚöF{$# wÎ) n?tã «!$# $ygè%øÍ ÞOn=÷ètur $yd§s)tFó¡ãB $ygtãyöqtFó¡ãBur 4 @@ä. Îû 5=»tGÅ2 &ûüÎ7B ÇÏÈ
Artinya: Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang diciptakan
Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya)
bagi orang-orang yang bertakwa.
Dari keterangan-keterangan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa sangat
erat hubungan antara ilmu aestetika dengan ilmu akhlak. Orang kalau sudah
terbiasa dengan keindahan, maka langkah berikutnya dia akan senag kepada akhlak
yang terpuji.[4]
f.
Hubungan ilmu Akhlak dengan ilmu sosiologi ( ilmu
ijtima’)
Secara etimologi Sosiologi berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan
dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang berkawan atau didalam arti luas, adalah ilmu pengetahuan
yang berobyek hidup bermasyarakat. Memang banyak pengertian (ta’rif) tentang
sosiologi tentang, antara lain yang dikemukakan oleh P.J. bouman, Samuel Smith
dan CH. A.Ell wood, tekanannya kepada“masyarakat“, bukan kepada “hidup
bermasyarakat”. Kita lebih tepat memakai pengertian yang memuat “hidup
bermasyarakat”, karena masyarakat tidak mempunyai arti yang tepat. Ada
masyarakat dalam arti luas, ialah kebulatan dari pada semua perhubungan didalam
hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam arti sempit, ialah suatu kelompok manusia
yang menjadi tempat hidup bermasyarakat, tidak dalam aspeknya, tetapi dalam
berbagai-bagai aspek yang bentuknya tidak tertentu. Masyarakat dalam arti
sempit ini tidak mempunyai arti yang tertentu, misalnya: masyarakat mahasiswa,
masyarakat pedagang, masyarakat tani dan lain-lain.
Dikatakan Ahmad Amin, bahwa pertalian antara Ilmu Sosiologi dengan Ilmu
Akhlak erat sekali. Kalau Ilmu Akhlak yang dikaji tentang prilaku (suluk)
artinya perbuatan dan tindakan manusia yang ditimbulkan oleh kehendak, dimana
tidak bisa terlepas kepada kajian kehidupan kemasyarakatan yang menjadi kajian
Ilmu sosiologi. Hal yang demikian itu dikarenakan manusia tidak mungkin
melepaskan diri sebagai makhluk bermasyarakat. Dimanapun seseorang itu hidup,
ia tidak bisa memisahkan dirinya lingkungan masyarakat dimana dia berada
walaupun kadar pengaruh itu relative sifatnya.
Memang manusia adalah makhluk bersyarikat dan bermasyarakat, saling
membutuhkan diantaranya sesamanya. Hal ini jelas sekali bila kita perhatikan
firman Allah surat Al-Hujurat ayat 13 :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.s 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© @ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ×Î7yz ÇÊÌÈ
Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
g.
Hubungan antara akhlak dengan aqidah dan Iman
Sesungguhnya antara akhlak dengan aqidah dan iman terdapat hubungan yang
sangat kuat sekali, karena akhlak yang baik itu sebagai bukti dari keimanan dan
akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman. Semakin sempurna akhlak
seseorang muslim berarti semakin kuat imannya. Akhlak yang baik adalah bagian
dari amal shaleh yang menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam
timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh nabi SAW dan akhlak yang baik adalah
satu penyebab masuk jannahnya seseorang. Akhlak yang baik dalam muamalah dengan
Allah mencakup 3 perkara :
1. Membenarkan
berita-berita dari Allah
2. Melaksanakan
hukum-hukum-Nya
3. Sabar dan ridha kepada
takdirnya.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bahwa pengertian akhlak : Pertama, perbuatan
akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang,
sehingga telah menjadi kepribadiannya. Kedua,
perbuatan akhlak adalah perbuatan
yang di lakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ketiga, bahwa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang
mengerjakannya, tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar. Keempat, bawa
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan
main-main atau sandiwara. Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan karna ikhlas semata-mata karna
allah, bukan karna ingin di puji orang.
2. Saran
Sebagai seorang penulis kami berharap ada kritik dan
saran dari hasil makalah yang saya buat. Mudah-mudahan bermanfaat bagi yang
membacanya. Walaupun makalah ini di buat dengan sederhana. Di dalam banyak
mengandung perluasan makna dan arti. Dan jika banyak kesalahan kami mohon maaf
.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Amin. 1995. Etika ( ilmu akhlak ). Jakarta: Bulan Bintang.
Thaib, Ismail. 1984. Risalah Akhlak. Yogyakarta: Cv. Bina Usaha
Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al Qur’an.Jakarta: Amzah.
muhammad Fauqi Hajjaj. 2011, Tasawuf Islam dan Ahklak : Jakarta
Thaib, Ismail. 1984. Risalah Akhlak. Yogyakarta: CV. Bina Usaha.
0 komentar:
Post a Comment