Wednesday, January 6, 2016

MASA DISINTEGRASI


Sejarah Perdaban Islam
Dosen Pengampu: Ahmad Noor Islahudin, Lc. LL. M.



PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO
2014

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah sehingga makalah ini yang berjudul Masa Disintegrasi  dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini sengaja dibuat sebagai salah satu pemenuhan tugas kami pada semester ini. Makalah ini juga terselesaikan berkat dukungan dari :
1.             Dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
2.             Orang tua yang memberikan dukungan baik moril maupun materil.
3.             Serta teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan kritikan yang positif.
Selain sebagai pemenuhan tugas, makalah ini juga dimaksudkan agar bermanfaat baik bagi yang membaca maupun penulis, sehingga dapat memahami tentang penulisan kata secara lebih mendalam.
Tak ada gading yang tak retak, begitu pula pada makalah ini, kami mohom maaf apabila terdapat kesalahan atau pun kekeliruan, sehingga bagi pembaca makalah ini dapat memberikan saran dan kritik yang semestinya.



Metro, 1 Desember 2014


                   Penulis






DAFTAR ISI

COVER MAKALAH ..................................................................................... .... 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. .... 4
A.    Latar Belakang ..................................................................................... .... 4
B.     Rumusan Masalah ................................................................................ .... 5
C.     Tujuan Penulisan .................................................................................. .... 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... .... 6
A.    Dinasti-Dinasti Yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad ....................... 6
B.     Perebutan Kekuasaan Di Pusat Pemerintahan .......................................... 8
C.     Sebab-Sebab Kemunduran Pemerinntahan Bani Abbas .......................... 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 12
A.    Kesimpulan ............................................................................................... 12
B.     Saran ......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13





BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Semenjak pemerintahan Harun ar-Rasyid (786-809M/170-194H)  dikatakan bahwa pada masa itu terjadi masa keemasan Bani Abbasiyah. Tetapi pada waktu inilah terjadi benih benih disintegrasi tepatnya saat penurunan tahta. Harun ar-Rasyid telah mewariskan tahta kekhalifahan pada putranya yaitu Al-Amin dan putera yang lebih muda yaitu al-Ma’mun (saat itu menjabat sebagai gubernur khurasan). Setelah wafatnya Harun al-Rasyid , al-Amin berusaha mengkhianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Inilah yang akhirnya menjadi awal masa perpecahan, yang akhirnya dimenangkan oleh al-Ma’mun.
Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M) juga mengalami disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thaahiriyah yang didirikan oleh Thahir. Beliau diangkat menjadi jendral militer Abbasiyah karena telah membantu dalam memperebutkan kekuasaan al-Amin. Pemberian jabatan ini dimaksudkan agar al-Ma’mun dapat menjalin kerja sama dengan kalangan elit yang dinaungi oleh Thahir. Namun upaya untuk menyatukannya tidak dapat terwujud dan akhirnya kekuasaan dikuasai oleh penguasa gubernur besar.
                                                                                                       
Dalam periode pertama,sebenarnya banyak tantangan dan gangguan yang dihadapi dinasti Abbasiyah. Beberapa gerakan politik yang merongrong pemerintah dan mengganggu stabilitas muncul dimana-mana, baik gerakan di kalangan intern Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Namun semuanya dapat diatasi dengan baik. Keberhasilan penguasa Abbasiyah mengatasi gejolak dalam negeri ini semakin memantapkan posisi dan kedudukan mereka sebagai pemimpin yang tangguh. Kekuasaan betul-betul berada ditangan khalifah. Keadaan ini sangat berbeda dengan periode sesudahnya. Setelah periode pertama berlalu, kekuatan khalifah mulai melemah, mereka berada dibawah pengaruh kekuasaan lain. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional asal Turki untuk menguasai kakuasaan.

Kekuasaan Turki tidaklah selamanya mengalami kejayaan, pada akhir periode kedua, pemerintahan tentara turki mulai melemah dengan sendirinya, didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan dinasti-dinasti kecil. Inilah yang menjadi permulaan masa disintegrasi dalam sejarah politik islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian disentegrasi?
2.      Apa penyebab terjadinya disentegrasi?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pengertian disentegrasi.
2.      Mengetahui penyebab disentegrasi.







BAB II
PEMBAHASAN
MASA DISINTEGRASI (1000-1250)

Disentegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari kesatuan yang utuh menjadi terpisah-pisah. Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung ingin lebih mewah dari pendahulunya. kehidupan mewah khalifah-khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat. Kecenderungan bermewah-mewah, ditambah dengan kelemahan khlaifah dan khalifah dan faktor lainnya menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat miskin. Kondisi ini member peluang kepada tentara  professional asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah Al-Mu’tashim untuk mengambil alih pemerintah. Usaha mereka berhasil, sehingga kekuasaaan sesungguhnya berada ditangan mereka, sementara  kekuasaaan Bani Abbas didalam khilafah Abbbasiyah yang didiraikannya mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus tahun.

A.       DINASTI-DINASTI YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI BAGHDAD
Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya mulai terjadi pada akhir zaman Dinasti Umayyah, tetapi memuncak pada zaman Dinasti Abbasiyah. Sebagaimana diketahui, wilayah kekuasaan Bani Umayyah mulai dari awal berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini berbeda dengan masa Dinasti Abbasiyah. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh Islam di wilayah Spanyol dan Afrika Utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya, banyak wilayah tidak dikuasai Khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu bersa di bawah kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khalifah ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran upeti. Alasannya, pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadannya. Kedua, penguasa Bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijakan yang lebih menekanan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah.
Adapun dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Yang berbangsa Persia:
a.           Thahiriyyah di Khurasan, (205-259 H/820-872 M).
b.           Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M).
c.           Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M).
d.          Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M).
e.           Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/ 932-1055 M).
2.      Yang berbangsa Turki:
a.       Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M).
b.      Ikhsyidiyah di Turkistan, (320-560 H/932-1163 M).
c.       Ghaznawiyah di Afghanistan, (351-585 H/962-1189 M).
d.      Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya:
1)   Seljuk besar, atau seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Abu Thalib Tuqhrul Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-522H/1037-1127 M).
2)   Seljuk Kinnan di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M).
3)   Seljuk Syriaatau Syam di Syria,(487-511 H/1094-1117 M).
4)   Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M).
5)   Seljuk Rum atau Asia kecil di Asia Kecil, (470-700 H/1077-1299 M).
3.      Yang berbangsa Kurdi:
a.       al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M).
b.      Abu Ali, (380-489 H/990-1095 M).
c.       Ayubiyah, (564-648 H/1167-1250 M).
4.      Yang berbangsa Arab:
a.       Idrisiyyah di Marokko, (172-375 H/788-985 M).
b.      Aghlabiyyah di Tunisia (184-289 H/800-900 M).
c.       Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M).
d.      Alawiyah di Tabaristan, (250-316 H/864-928 M).
e.       Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929- 1002 M).
f.       Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M).
g.      Ukailiyyah di Maushil, (386-489 H/996-1 095 M).
h.      Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M).
5.      Yang mengaku dirinya sebagai khilafah:
a.       Umawiyah di Spanyol (Andalusia)
b.      Fathimiyah di Mesir.
Dari latar belakang dinasti-dinasti tersebut, tampak jelas adanya persaingan antarbangsa terutama bangsa Arab,Persia, dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatarbelakangi oleh paham keagamaan, ada yang melatarbelakangi Syi’ah dan ada pula yang Sunni.



B.   PEREBUTAN KEKUASAAN DI PUSAT PEMERINAHAN
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, Hal ini sebenarnya juga terjadi pada pemerintahan-pemerintahan Islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada pemerintahan Abbasiyah berbeda dengan yang terjadi sebelumnya. Setelah Nabi wafat, terjadi pertentangan pendapat antara kaum Muhajirin dan Anshar di balai kota Bani Sa'idah di Madinah. Masing-masing golongan berpendapat bahwa kepemimpinan harus berada di pihak mereka, atau setidak-tidaknya masing-masing golongan mempunyai pemimpin sendiri. Akan tetapi, karena pemahaman keagamaan mereka yang baik dan semangat musyawarah dan ukhuwah yang tinggi perbedaan itu dapat diselesaikan, Abu Bakar terpilih menjadi Khalifah.
Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perebutan kekuasaan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Pertama-tama Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan pemberontakan itu adalah Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman yang ditumpahkan secara zalim. Namun di balik alasan itu, menurut Ahmad Syalabi, Abdullah ibn Zubairlah yang menyebabkan terjadinya pemberontakan yang banyak membawa korban tersebut. Dia berambisi besar untuk menduduki kursi khilafah. Untuk itu, ia menghasut bibi dan ibu asuhnya, Aisyah, agar memberontak terhadap Ali, dengan harapan Ali gugur dan ia dapat menggantikan posisi Ali. Dengan tujuan mendapatkan kedudukan khilafah itu pula Muawiyah, gubemur Damaskus, memberontak. Selain banyak menimbulkan korban, Muawiyah berhasil mencapai maksudnya, sementara Ali terbunuh oleh bekas pengikutnya sendiri.

Pemberontakan-pemberontakan yang muncul pada masa Ali ini bertujuan untuk menjatuhkannya dari kursi khilafah dan diganti oleh pemimpin pemberontak itu. Hal yang sama juga terjadi pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Damaskus. Pemberontakan-pemberontakan sering terjadi, diantaranya pemberontakan Husein ibn Ali, Syi'ah yang dipimpin oleh al-Mukhtar, Abdullah ibn Zubair, dan terakhir pemberontakan Bani Abbas yang untuk pertama kalinya menggunakan nama gerakan Bani Hasyim. Pemberontakan terakhir ini berhasil dan kemudian mendirikan pemerintahan baru yang diberi nama khilafah Abbasiyah atau Bani Abbas.
Pada masa pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi, terutama di awal berdirinya. Akan tetapi, pada masa-masa berikutnya, seperti terlihat pada periode kedua dan seterusnya, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dari tangan Bani Abbas. Yang ada hanyalah usaha merebut kekuasaannya dengan membiarkan jabatan khalifah tetap dipegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka. Tentara Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Di tangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka.

C.   SEBAB-SEBAB KEMUNDURAN PEMERINTAHAN BANI ABBAS
Berakhirnya kekuasaan dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Ada diantaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah dinasti kecil. 
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Hal ini sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. 
Menurut W. Wontgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.      Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintah sangat rendah.
2.      Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.      Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A., yang menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1.        Persaingan antar bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Pada masa ini pesaingan antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.

2.      Kemerosotan ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemerosotan di bidang ekonomi. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Bait al-Mal penuh dengan harta. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan. Dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
3.        Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sehingga mengakibatkan terjadinya perpecahan. Erbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4.      Perang Salib
Perang salib merupakan sebab eksternal dari umat Islam.perang salib yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.
5.      Serangan Bangsa Mongol
Serangan bangsa Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan Mongol.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Disentegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari kesatuan yang utuh menjadi terpisah-pisah. Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya disintegrasi, yaitu: dinasti-dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad, perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, persaingan antar bangsa, kemerosotan ekonomi, konflik keagamaan, dan serangan bangsa Mongol
B.       Saran
Kami sebagai penulis dari bakalah ini menyarankan agar memahami dan mempelajari tentang masa disintegrasi islam, supaya mengetahui dampak dari disintegrasi kekhaifahan Islam terhadap keutuuhan dan kesatuan kita sebagai umat Islam.





DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Mas’ud. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Badri Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sunanto Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik. Bogor: Jakarta.

Tohir Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Add to Cart

0 komentar:

Post a Comment