Pemayahan
diri dalam mengupayakan perkara yang telah mendapatkan jaminan dari Allah Swt
dan penyia-nyiaan perkara yang diperintahkan oleh-Nya adalah merupakan indikasi
kebutaan mata hati seorang manusia.
Sisi
kehidupan manusia di alam dunia yang mendapat jaminan dari Allah Swt adalah
urusan rizqi sebagai media penjaga keberlangsungan hidup. Jaminan ini semata merupakan
kemurahan dari Allah pada manusia bukan kewajiban atas-Nya. Sebagaimana
difirmankan :
Dan berapa banyak hewan yang tidak (dapat) membawa
(mengurus) rizkinya sendiri, Allah lah yang memberi rizki padanya dan padamu.
dan Ia maha mendengar lagi maha mengetahui.(QS:Al-ankabut 60)
Maksudnya
Allah Swt adalah satu-satunya dzat penyuplai segala kebutuhan ragawi seluruh
makhluk-Nya termasuk juga manusia, bukan yang lain-Nya atau usaha kita sendiri.
Rizki seorang manusia telah ditentukan kadarnya untuk masing-masing pribadi
jauh hari sebelum manusia sendiri itu diwujudkan, tepatnya yaitu lima puluh
ribu tahun sebelum langit dan bumi diciptakan.
Manusia
tidak perlu pusing memikirkan rizqi, karena Allah tidak memerintahkan manusia
untuk memayahkan diri dalam mencarinya, manusia tidak perlu menghabiskan
seluruh kekuatan untuk mendapatkannya, mencurahkan seluruh perhatian untuk
menghasilkannya. Rizqi itu ibarat bayangan yang akan lari bila kita kejar dan
berhenti manakala kita tenang. Falsafah yang semestinya kita terapkan adalah
rizki itu mencari kita bukan kita yang mencari rizki. Sebagaimana pula ajal
yang menghampiri kita bukan kita yang menghampiri ajal.
Meskipun
demikian, kita juga sebaiknya tetap berusaha mencarinya. Sebagaimana secara
implisit kita dapati suatu perintah anjuran dalam Alqur’an :
Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam
dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari
sebahagian dari karunia-Nya dan agar kamu bersyukur pada-Nya. (QS: Al-qosos 73)
Pencarian
yang diperintahkan di sini tentu sebatas upaya yang wajar dan sekadarnya saja,
tidak sampai menghabiskan seluruh kekuatan. Sebagaimana tergambar dalam suatu
ungkapan yang konon termaktub dalam kitab Taurot yang diturunkan kepada Nabi
Musa As :
Hai anak adam (manusia) gerakkanlah tanganmu, maka
rizkimu akan datang karenanya.
Sehingga
pekerjaan yang dilakukan dalam rangka mencari rizki ini tidak sampai menjadi
indikator padamnya mata hati, karena upaya itu tidak sampai merusak kepasrahan
seorang hamba kepada Allah Swt, meski berusaha namun ia tetap berkeyakinan
bahwa otoritas yang menentukan berhasil tidaknya usaha yang di lakukan adalah Allah
semata. Dan juga usahanya itu tidak akan sampai berimplikasi pada
terbengkalainya tugas-tugas penghambaan yang telah dititahkan.
Mata
hati yang dalam lughot arab disebut “Bashiroh” adalah sebuah perangkat dalam
diri manusia yang berfungsi untuk menganalisa hal-hal yang bersifat ma’nawi.
Sebagaimana mata kepala tidak dapat melihat kecuali pada hal-hal yang tampak.
Mata hati inilah yang mempunyai pandangan jauh ke depan, mempunyai pengetahuan
bahwa akhir cerita yang baik dari segalanya adalah taqwa. Karena itulah yang
semestinya dilakukan oleh seorang hamba adalah pemayahan diri dan pengerahan
segala daya upaya demi merealisasikan taqwa yang memang benar-benar berkwalitas
serta tidak ada lagi alasan untuk menundanya.
Jika
Allah Swt menghendaki terbukanya mata hati seorang hamba, maka raga hamba
tersebu akan selalu disibukkan dengan aktifitas-aktifitas ibadah dan
penghambaan pada-Nya, batinnya akan disibukkan dengan kecintaan kepada-Nya.
Ketika kecintaan dalam batin seorang hamba sudah semakin membahana, panghambaannya
juga sudah semakin intens, maka mata hatinya akan semakin bertambah
ketajamannya. Hingga pada saatnya mata hati itupun dapat mendominasi mata
kepalanya, penglihatan dzohirnya larut dalam pandangan mata batinnya, hingga
yang terlihat olehnya hanyalah perkara-perkara ma’nawi saja. Kiranya inilah
ma’na pernyataan guru dari para guru kita yang majdub (orang yang ditarik oleh
Allah untuk menjadi kekasih-Nya dan saking terlena dengan kecintaan kepada
Allah hingga ia tak merasakan keberadaan dirinya sendiri ) :
segala yang sirna.
Kupastikan semua yang kutemui berubah-ubah, dan
sore ini diriku dalam keadaan senang.
Sebaliknya jika Allah Swt menghendaki
untuk menghinakan seorang hamba, maka Allah akan menyibukkan fisiknya dengan
melayani makhluk dan menyibukkan bathinnya dengan kecintaan kepada mahluk.
Kondisi ini akan berlangsung terus-menerus hingga meredup dan padamlah mata
hatinya, sehingga yang berfungsi hanyalah mata kepalanya saja, ia tidak dapat
melihat kecuali hanya pada perkara-perkara yang tampak oleh panca indra saja.
Hingga tercurahlah segala perhatiannya pada perkara yang telah mendapat jaminan
dari Allah Swt yaitu urusan rizki. Ia habiskan seluruh kekuatan dirinya untuk
mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Kita hanya bisa meminta perlindungan
kepada Allah Swt. Wallohu a’lam.
0 komentar:
Post a Comment