Wednesday, January 6, 2016

PERADABAN ISLAM PADA MASA DAULAH UMMAYAH


SEJARAH PERADABAN ISLAM

Dosen pengampu : Ahmad Noor Islahudin


Semester : 1 (satu)
Jurusan : Syari’ah
Prodi : Ekonomi Syari’ah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAISIWO METRO
2014 / 2015


KATA PENGANTAR




Assalamualaikum Wr.Wb

            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan makalah  ini. Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpah kepada Nabi Muhammad saw. yang menjadi tauladan para umat manusia dan yang kita nantikan safaatnya di hari akhir.
Kami membuat makalah ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui ilmu tentang Sejarah Peradaban Islam yang diberikan oleh dosen mengenai Dinasti Bani Umayyah. Selain bertujuan untuk memenuhi tugas, tujuan penulis selanjutnya adalah untuk mengetahui proses pendirian bani Umayah, pola pemerintahan Bani Umayah, Pola pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz, Ekspansi wilayah, dan Peradaban Islam Pada masa Dinasti Bni Umayyah.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengtahuan. Namun, berkat kerjasama yang solid dan kesungguhan dalam menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
            Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak seberapa yang masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta berdayaguna di masa yang akan datang.
            Besar harapan, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua orang.

Wasalamu'alaikum Wr.Wb





DAFTAR ISI

HALAMAN COVER.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii

BAB 1      PENDAHULUAN...................................................................................... 1
                 A.Latar Belakang....................................................................................... 1
                 B.Rumusan Masalah................................................................................. 1
                 C.Tujuan.................................................................................................... 2

BAB 2      PEMBAHASAN........................................................................................ 3
                 A.Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Umyyah.............................................. 3
                 B. Khalifah Dinasti Bani Umayyah............................................................ 4
                 C. Pola Pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.......................................... 6
                 D. Masa Kemajuan Dinasti Bani Umayyah.............................................. 7
                      Kemajuan Bidang Peradaban.............................................................. 8
                 E. Masa Kehancuran Dinasti Bani Umayyah........................................... 11

BAB 3      PENUTUP................................................................................................. 13
                 A. Kesimpulan........................................................................................... 13
                 B.Saran..................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 15


BAB 1
 PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang


Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya.

Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.

Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya.[1]

B. Rumusan Masalah

Ada pun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1.         Sejarah Berdirinya Dinasti bani Umayyah.
2.         Para Khalifah Dinasti bani Umayyah.
3.         Pola Pemerintahan Dinasti bani Umayyah.
4.         Masa Kemajuan Dinasti bani Umayyah.
5.         Masa Kehancuran Dinasti bani Umayyah.


C. Tujuan

1. Untuk dapat nilai yang baik dari Dosen Pembimbing.
2. Untuk lebih melekatnya ilmu Pengetahuan dengan pembuatan makalah.
3. Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.



BAB 2
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Umayyah


              Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliah. Ia dan pamanya Hasyim  bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.

              Dimana Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah disamping sebagai pendiri daulah Bani Abassiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.

              Muawiyah juga dipandang sebagai tokoh yang negatif pada awalnya oleh sebagian besar para sejarawan, karena ia memperoleh legalitas dan kekuasaannya dalam perang saudara di siffin di capai melalui cara yang curang. Selain itu muawiyah juga dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang awal-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyak menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun menurun (monarchy heredity).

              Di lihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan, sesungguhnya Muawiyah adalah seorang  pribadi yang sempurna dan seorang pemimpin besar yang berbakat. Karan didalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator.

              Pengalaman politiknya telah memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dari menjadi seorang pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil merebut wilayah palestina, Suriah, dan Mesir daari tangan Imperiu Romawi yang telah menguasai ketiga daerah tersebut sejak tahun 63 SM.

              Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti bani Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali. Melainkan sejak semula gubernur Suriah itu memiliki ”basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan politiknya dimasa depan.

              Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Muawiyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dala peperangan mealwan Romawi. Mereka bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Mekah dari keturuna Umayyah berada sepenuhnya dibelakang Muawiyah dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak ada habisnya, baik oral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negeri Suriah sendiri terkenal makmur dan menyinpan suber alam yang berlipah. Ditambah lagi bumi Mesir yang berhasil dirapas, maka sumber-sumber kemakmuran dan suplai bertambah bagi Muawiyah.

              Kedua, sebagai seorang administrator, muawiyah sangat bijaksana dalam menepatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. tiga orang patutlah menjadi perhatian khusus, yaitu ‘Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu Muawiyah merupakan politikus yang sangat mengagumkan di kalangan musli Arab. Akses mereka sangat kuat dalam membina perpolitikan Muawiyah.

              Ketiga,Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkatan “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah zama dahulu. Seorang manusai hilm  seperti Muawiyah dapat menguasai diri secara mutalk dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.[2]


B. Khalifah Dinasti Bani Umayyah

              Masa kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahu, dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Diantara mreka ada peimpin-peminpin besar yang berajasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamanya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan khalifah Umayyah adalah sebagai berikut.

1.    Muawiyah I bin Abi Sufyan                        41-60 H / 661-679 M
2.    Yazid I bin Muawiyah                                 60-64 H / 679-683 M
3.    Muawiyah II bin Yazid                                64 H / 683 M
4.    Marwan I bin Hakam                                  64-65 H / 683-684 M
5.    Abdul Malik bin  Marwan                            65-86 H / 684-705 M
6.    Al-Walid I bin Abdul Malik                          86-96 H / 705-714 M
7.    Sulaiman bin Abdul Malik                           96-99 H / 714-717 M
8.    Umar bin Abdul Aziz                                   99-101 H / 717-719 M
9.    Yazid II bin Abdul Malik                              101-105 H / 719-723 M
10.  Hisyam bin Abdul Malik                             105-125 H / 723-742 M
11.  Al-walid II bin Yazid II                                 125-126 H / 742-743 M
12.  Yazid bin Walid bin Malik                           126 H / 743 M
13.  Ibrahim bin Al-Walid II                                126-127 H / 743-744 M
14.  Marwan II bin Muhammad                         127-132 H / 744-750 M.[3]

Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz.
 Adapun kehebatan yang dimiliki dari seorang Muawiyah sehingga ia disebut sebagai khalifah terbesar pertama Dinasti bani Umayyah, adalah dia dikenal sebagai bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dialah tokoh pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dengan khulafaur rasyidin. Bahkan kesalahanya yang menghianati prinsip pemilihan kepala negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan. Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai denganya pada tahun 41 H. Umat Islam sebagainya membaiat Hasan setelah ayahnya meninggal dunia/wafat. Namun Hasan menyadari kelemahanya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepeimpinan umat kepadaa Muawiyah sehingga tahun itu dinamakan ‘amul jama’ah, atau tahun perdamaian.
Khaifah Abdul Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam akan ilmu agamanya, terutama dibidang  fiqih. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan separatis Abdullah bin Zubair di Hijah, peberontakan kaum Syi’ah dan Khwarij, sampai kepada aksi teror yang dilakukan oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah Kufah, dan pemberontakan yang dipimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak. Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi pemerintah Umayyah. Ia memerintahkan penggunaan bahasa arab sebagai bahasa administrasi di wilayah Umayyah, yang sebelumnya masih memakai bahasa yang bermacam-macam, seperti bahasa Yunani di Syam, bahasa Persia di Persia,  dan bahasa Qibti di Mesir. Ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung dan masjid serta saluran-saluran air. Dan khalifah Abdul Malik memerintah paling lama yakni 21 tahun.
Adapun khalifah ketiga yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahanya sangat singkat, namun Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah priode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh  oleh berbagai kebijaksanaan Daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang taqwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang adil yang berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada di masa kekhalifahanya, seperti menaikan gaji para gubernurnya,memeratakan kemakmuran dengan memberi kesantunan kepada fakir dan miskin, dan memperbarui dinas pos. Ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab sebagai warga negara kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru.[4]

C. Pola Pemerintahan Dinasti Bani Umayyah
            Aku tidak akan menggunakan pedang ketika cukup mengunakan cambuk, dan tidak akan mengunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada ikatan setipis rambut sekalipun antara aku dan sahabatku, maka aku tidak akan membiarkannya lepas. Saat mereka menariknya dengan keras, aku akan melonggarkannya, dan ketika mereka mengendorkannya, aku akan menariknya dengan keras. (Muawiyah ibn Abi Sufyan).[5]
Pernyataan di atas cukup mewakili sosok Muawiyah ibn Abi Sufyan. Ia cerdas dan cerdik. Ia seorang politisi ulung dan seorang negarawan yang mampu membangun  peradaban besar melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri sebuah dinasti besar yang mampu bertahan selama hampir satu abad. Dia lah pendiri Dinasti Umayyah, seorang pemimpin yang paling berpengaruh pada abad ke 7 H.
Di tangannya, seni berpolitik mengalami kemajuan luar biasa melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya. Baginya, politik adalah senjata maha dahsyat untuk mencapai ambisi kekuasaaanya. Ia wujudkan seni berpolitiknya dengan membangun Dinasti Umayyah.
              Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi Heredities, yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Sukses kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang di angkat oleh Allah.[6]

D. Masa Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
              Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk  ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.
              Menurut Prof. Ahmad Syalibi, penaklukan militer dijaman Umayyah mencakup tiga front penting, yaitu sebagai berikut.
              Pertama, front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di Lautan Tengah.
              Kedua, frontnAfrika Utara. Selain menundukan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyebrangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
              Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini di bagi menjadi dua daerah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Ammu Darya). Sedangkan yang lainya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat.
              Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih kemajuan besar dalam perluasan wilayah, meskipun dibeberapa tempat masih bersifat rintisan. Disamping keberhasilanya dalam memperluas wilayah, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun sosial kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun pemerintahan yang sama sekali baru,  untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majlis penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa  orang sekretaris untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
1.    Katib Ar-Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan para pembesar setempat.
2.    Katib Al-Kharraj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3.    Katib Al-jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4.    Katib Asy-Syurtah, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan peeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5.    Katib Al-Qudat, sekretarsi yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan hakimsetempat.

              Sekalipun masa Dinasti Umayyah ini banyak negatifnya, namun dari segi ilmiah, bahasa, sastra dan hal lainya tetap maju, menonjol dan mengambil kedudukan yang layak. Bangsa arab adalah ahli syair, dan para penggemarnya dalah rakyat dan orang-orang kaya yang memberikan kedudukan khusus bagi para penyair denga memberikan hadiah yang cukup besar dan memuaskan.
              Pada masa itu Abul Aswad Ad-Duali (w. 681 M) menyusun gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik yang bertujuan memudahkan orang dalam membaca dan mempelajari, dan menjaga barisan yang menuntukan gerak kata dan bunyi suara serta ayunan iramanya, hingga dapat diketahui maknanya. Kerajaan ini pun telah mulai menempatkan dirinya dalam ilmu pengetahuan dengan mementingkan buku-buku bahasa Yunani dan Kopti (Kristen Mesir).[7]

Kemajuan Bidang Peradaban
              Dinasti Umayyah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai bidang yang telah dilakukan masa kekuasaan sebelunya, yaitu masa kekuasaan khulafaur rasyidin. Menurut Juri Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.
1.    Pengebangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah (negara), kemudian dikuatkanya dan dikembangkanlah bahasa Arab dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan  sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa Arab, termasuk dalam daerah bekas jajahanya yang semula menggunakan bahasanya sendiri.
2.    Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Tepat tersebut dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di kota inilah berkumpul para pujangga, filsuf,ulama, penyair, dan cendekiawan lainya, sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya Islam.
3.    Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua, yang telah dibina sejak zaman khulafaur rasyidin. Kemudian pada masa Dinasti Umayyah dikembangkan sehingga menjadi cabang ilmu Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Asyim bin Abi Nujud (w. 127 H).
4.    Ilmu Tafsir
Untuk memahami Alqur’an sebagai kitab suci di perlukan interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al-qur’an dikalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan Ilmu tafsir, ulama yang membukukan Ilmu tafsir yaitu Mujahid (w. 104 H).
5.    Ilmu Hadits
Ketika kaum muslimin berusaha memahami Al-qur’an, ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu Hadits atau ucapan Nabi. Oleh karena itu tibul usaha untuk mengumpulkan hadits, menyelidiki asal-usulnya sehingga menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri yang disebut ilmu hadits. Para ahli hadits yang termasyhur pada asa Dinasti Umayyah adala Al-Auzai Abdurahman bin Amru (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), Ibnu Abu Malikah (w. 119 H), dan Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil (w. 104 H).
6.    Ilmu Fiqih
Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya peraturan untuk menjadi pedaman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada Al-qur’an dan Hadits dan mengeluarkan syariat untuk mengatur pemerintahan dan rakyat. Al-qur’an adalah dasar fiqih dan pada zaman sekarang ilmu fiqh menjadi cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Di antara ahli fiqih yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar binAbdurahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
7.    Ilmu Nahwu
Pada masa dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khusunya diwilayah luar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan pula karena bertambahnya orang-orang Ajam (non-Arab) yang masuk Islam, sehingga keberadaan bahsa Arab sangat dibuktuhkan. Oleh karena itu, dibukukanlah ilum nahwu dan berkebanglah satu cabang ilmu yang penting untuk mempelajari berbagai ilmu agama Islam.
8.    Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Jughrafi dan Tarikh pada m asa Dinasti Umayyah terlah berkembang menjadi Ilmu tersendiri. Demikian ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah Islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah Islam kedaerah-daerah baru yang luas dan jauh menibulkan gairah untuk mengarang ilmu jughrafi (ilmu bumi atau geografi), deikian pula ilu tarikh. Ilmu jugrafi dan ilu tarikh lahir pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkebang menjadi suatu ilmu yang betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.
9.    Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah, pada masa Dinasti Umayyah duulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain kedalam bahasa Arab. Dengan demikian jelas bahwaa gerakan penerjemahan telah dimulai pada zaman ini, hanya baru berkembang pesat pada zaman Dinasti Abbasyiah. Yang mula-mula melakukan penerjemahan adalah Khalid bin Yazid, seorang pengarang yang sangat cerdas dan abisius. Ketika gagal endapat kursi kekhalifahan iya menumpahkanya dala ilmu pengetahuan, antara lain mengusahakan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa lain kedalam bahasa Arab. Didatang kan ke Damaskus para ahli ilmu penggetahuan yang melakukan penerjemahan dari berbagai bahasa. Maka diterjeahkan buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilu fisika, kedokteran dan lain-lain. khalid sendiri adalah ahli dalam ilmu astronomi.[8]
              Demikian berbagai kemajuan ilu pengetahuan pada masa Dinasti Umayyah yang telah berkembang pesat sebagai embrio perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Dinasti Abbasyiah.

E. Masa Kehancuran Dinasti Bani Umayyah
              Meskipun kejayaan telah diraih Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari pihak luar.
              Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan mebawanya kepada kehancuran, yaitu sebagai berikut.
1.    Sistem penggantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu tradisi yang baru bagi bangsa Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturanya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga.
2.    Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak terlepas dari berbagai konflik politik yang terjadi pada masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.    Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku arabia utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam semakin runcing. Perselesihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagai besar golongan timur lainya merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4.    Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyahjuga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkingan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karna perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5.    Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnnya kekuatan baru yang di pelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah. Dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[9]
              Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk jadi satu, sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang dijupainya.
              Demikkianlah, Dinasti Uayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkaan oleh Dinasti Bani Abbasiyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (arwan II) pada tahun 127 H/744 M.









BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
              Dari penjelasan yang telah disebutkan, maka dapat kita ambil kesimpulan. Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri). Setelah wafatnya Utsman bin Afan maka masyarakat Madinah mengangkat sahabat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang baru. Dan masyrakat melakukan sumpah setia (bai’at) terhadap Ali pada tanggal 17 Juni 656 M / 18 Djulhijah 35 H.
              Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H /661 M.
              Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
              Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.
              Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.

B. Saran

              Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.
              Sering kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan
              Islam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah yang panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan keteguhan dan rasa kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang kita peluk ini.










DAFTAR PUSTAKA



Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.

Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997).

Badri yatim, “Sejarah Peradaban Islam,Dirasah islamiyah II”,(Jakarta:  Raja Grafindo Persada, 2001) Cet.XII
            Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),

Faud Mohd, Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm.46.

            Mashurimas, “Makalah Kekuasaan Dinasti Umayyah” , di akses dari http://mashurimas.blogspot.com. 09 November 2014
R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, The History of Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2008), Cet. Ke-1

            Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), cet.3

             



[1] Mashurimas, “Makalah Kekuasaan Dinasti Umayyah” , di akses dari http://mashurimas.blogspot.com. 09 November 2014.

[2]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2013.cet.3, hlm. 118-121.
[3] Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, hlm. 184.
[4] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997, hl.73.
[5] R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, The History of Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2008), Cet. Ke-1, hlm..257.
[6] Badri yatim, “Sejarah Peradaban Islam,Dirasah islamiyah II”, PT Raja Grafindo Persada, Cet.XII, 2001, hlm. 42
[7] Faud Mohd, Fachruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1985, hlm.46.
[8] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2003, cet. 3,  Hlm,133.
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hl. 48.
Add to Cart

0 komentar:

Post a Comment