SEJARAH PERADABAN ISLAM
Dosen
pengampu : Ahmad Noor Islahudin
Semester
: 1 (satu)
Jurusan
: Syari’ah
Prodi
: Ekonomi Syari’ah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAISIWO
METRO
2014
/ 2015
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr.Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurah limpah kepada Nabi Muhammad saw. yang menjadi
tauladan para umat manusia dan yang kita
nantikan safaatnya di hari akhir.
Kami membuat makalah ini bertujuan untuk
mempelajari dan mengetahui ilmu tentang Sejarah
Peradaban Islam yang diberikan oleh dosen mengenai Dinasti Bani Umayyah. Selain
bertujuan untuk memenuhi tugas, tujuan penulis selanjutnya adalah untuk
mengetahui proses pendirian bani Umayah, pola pemerintahan Bani Umayah, Pola
pemerintahan Umar ibn Abdul Aziz, Ekspansi wilayah, dan Peradaban Islam Pada
masa Dinasti Bni Umayyah.
Dalam penyelesaian makalah ini,
penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan kurangnya ilmu
pengtahuan. Namun, berkat kerjasama yang solid dan kesungguhan dalam
menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak seberapa yang
masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
positif demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta berdayaguna di
masa yang akan datang.
Besar harapan, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat
bagi semua orang.
Wasalamu'alaikum
Wr.Wb
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER.................................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.Latar Belakang....................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.Tujuan.................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.Sejarah Berdirinya Dinasti
Bani Umyyah.............................................. 3
B. Khalifah Dinasti Bani Umayyah............................................................ 4
C. Pola Pemerintahan Dinasti Bani Umayyah.......................................... 6
D. Masa Kemajuan Dinasti Bani Umayyah.............................................. 7
Kemajuan Bidang Peradaban.............................................................. 8
E.
Masa Kehancuran Dinasti Bani Umayyah........................................... 11
BAB 3 PENUTUP................................................................................................. 13
A.
Kesimpulan........................................................................................... 13
B.Saran..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib
mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau kerajaan. Pola
kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih menerapkan pola keteladanan
Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah dengan proses musyawarah akan terasa
berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang
sesudahnya.
Bentuk pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung
bersifat kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan
kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan, diplomasi yang
dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan Nabi untuk musyawarah
dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran umum tentang kekuasaan dinasti
sesudah khulafaur rasyidin. Dinasti Umayyah merupakan kerajaan
Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan. Perintisan dinasti
ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan terhadap khalifah Ali bin Abi
Thalib, kemudian ia memilih berperang dan melakukan perdamaian dengan pihak Ali
dengan strategi politik yang sangat menguntungkan baginya.
Meskipun begitu, munculnya Dinasti Umayyah memberikan
babak baru dalam kemajuan peradaban Islam, hal itu dibuktikan dengan
sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan pendidikan, kebudayaan
dan lain sebagainya.[1]
B. Rumusan Masalah
Ada
pun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Sejarah Berdirinya Dinasti bani Umayyah.
2.
Para Khalifah Dinasti bani Umayyah.
3.
Pola Pemerintahan Dinasti bani Umayyah.
4.
Masa Kemajuan Dinasti bani Umayyah.
5.
Masa Kehancuran Dinasti bani Umayyah.
C. Tujuan
1. Untuk dapat nilai yang baik dari
Dosen Pembimbing.
2.
Untuk lebih melekatnya ilmu Pengetahuan dengan pembuatan makalah.
3. Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Bani
Umayyah
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan
kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah seorang tokoh penting
ditengah Quraisy pada masa Jahiliah. Ia dan pamanya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam
memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Dimana
Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah disamping
sebagai pendiri daulah Bani Abassiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama.
Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.
Muawiyah
juga dipandang sebagai tokoh yang negatif pada awalnya oleh sebagian besar para
sejarawan, karena ia memperoleh legalitas dan kekuasaannya dalam perang saudara
di siffin di capai melalui cara yang curang. Selain itu muawiyah juga dituduh
sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena
dialah yang awal-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh
rakyak menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun menurun (monarchy heredity).
Di
lihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan, sesungguhnya
Muawiyah adalah seorang pribadi yang
sempurna dan seorang pemimpin besar yang berbakat. Karan didalam dirinya
terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator.
Pengalaman
politiknya telah memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam
memerintah, mulai dari menjadi seorang pemimpin pasukan di bawah komando
Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil merebut wilayah palestina,
Suriah, dan Mesir daari tangan Imperiu Romawi yang telah menguasai ketiga
daerah tersebut sejak tahun 63 SM.
Muawiyah
berhasil mendirikan Dinasti bani Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan
diplomasi di siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali. Melainkan sejak semula
gubernur Suriah itu memiliki ”basis rasional” yang solid bagi landasan
pembangunan politiknya dimasa depan.
Pertama, adalah berupa dukungan yang
kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani Muawiyah sendiri. Penduduk
Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyah mempunyai pasukan yang kokoh,
terlatih, dan disiplin di garis depan dala peperangan mealwan Romawi. Mereka
bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Mekah dari keturuna Umayyah berada
sepenuhnya dibelakang Muawiyah dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan
yang tidak ada habisnya, baik oral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negeri
Suriah sendiri terkenal makmur dan menyinpan suber alam yang berlipah. Ditambah
lagi bumi Mesir yang berhasil dirapas, maka sumber-sumber kemakmuran dan suplai
bertambah bagi Muawiyah.
Kedua, sebagai seorang
administrator, muawiyah sangat bijaksana dalam menepatkan para pembantunya pada
jabatan-jabatan penting. tiga orang patutlah menjadi perhatian khusus, yaitu
‘Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu
Muawiyah merupakan politikus yang sangat mengagumkan di kalangan musli Arab.
Akses mereka sangat kuat dalam membina perpolitikan Muawiyah.
Ketiga,Muawiyah memiliki kemampuan
menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkatan “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki
oleh para pembesar Mekah zama dahulu. Seorang manusai hilm seperti Muawiyah dapat
menguasai diri secara mutalk dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan,
meskipun ada tekanan dan intimidasi.[2]
B. Khalifah
Dinasti Bani Umayyah
Masa kekuasaan Dinasti Umayyah
hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahu, dengan 14 orang khalifah. Khalifah
yang pertama adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir
adalah Marwan bin Muhammad. Diantara mreka ada peimpin-peminpin besar yang
berajasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamanya, sebaliknya ada pula
khalifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan khalifah Umayyah adalah
sebagai berikut.
1.
Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60 H / 661-679 M
2.
Yazid I bin Muawiyah 60-64 H /
679-683 M
3.
Muawiyah II bin Yazid 64 H / 683 M
4.
Marwan I bin Hakam 64-65 H /
683-684 M
5.
Abdul Malik bin Marwan 65-86
H / 684-705 M
6.
Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96 H / 705-714 M
7.
Sulaiman bin Abdul Malik 96-99 H / 714-717 M
8.
Umar bin Abdul Aziz 99-101
H / 717-719 M
9.
Yazid II bin Abdul Malik 101-105
H / 719-723 M
10.
Hisyam bin Abdul Malik 105-125
H / 723-742 M
11.
Al-walid II bin Yazid II 125-126
H / 742-743 M
12.
Yazid bin Walid bin Malik 126
H / 743 M
13.
Ibrahim bin Al-Walid II 126-127
H / 743-744 M
Para sejarawan
umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah ialah
Muawiyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz.
Adapun kehebatan yang dimiliki dari seorang
Muawiyah sehingga ia disebut sebagai khalifah terbesar pertama Dinasti bani
Umayyah, adalah dia dikenal sebagai bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dialah tokoh
pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dengan khulafaur rasyidin. Bahkan
kesalahanya yang menghianati prinsip pemilihan kepala negara oleh rakyat, dapat
dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan.
Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib
berdamai denganya pada tahun 41 H. Umat Islam sebagainya membaiat Hasan setelah
ayahnya meninggal dunia/wafat. Namun Hasan menyadari kelemahanya sehingga ia
berdamai dan menyerahkan kepeimpinan umat kepadaa Muawiyah sehingga tahun itu
dinamakan ‘amul jama’ah, atau tahun
perdamaian.
Khaifah Abdul
Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah
yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal
sebagai seorang khalifah yang dalam akan ilmu agamanya, terutama dibidang fiqih. Ia telah berhasil mengembalikan
sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala
pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan
separatis Abdullah bin Zubair di Hijah, peberontakan kaum Syi’ah dan Khwarij,
sampai kepada aksi teror yang dilakukan oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di
wilayah Kufah, dan pemberontakan yang dipimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi
pemerintah Umayyah. Ia memerintahkan penggunaan bahasa arab sebagai bahasa
administrasi di wilayah Umayyah, yang sebelumnya masih memakai bahasa yang
bermacam-macam, seperti bahasa Yunani di Syam, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir. Ia juga
memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung dan
masjid serta saluran-saluran air. Dan khalifah Abdul Malik memerintah paling lama
yakni 21 tahun.
Adapun khalifah
ketiga yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahanya
sangat singkat, namun Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah
priode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan Daulah Bani
Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang
taqwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar
pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah Umar
bin Abdul Aziz adalah khalifah yang adil yang berusaha memperbaiki segala
tatanan yang ada di masa kekhalifahanya, seperti menaikan gaji para
gubernurnya,memeratakan kemakmuran dengan memberi kesantunan kepada fakir dan
miskin, dan memperbarui dinas pos. Ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab
sebagai warga negara kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi beban
pajak dan menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru.[4]
C. Pola Pemerintahan
Dinasti Bani Umayyah
Aku
tidak akan menggunakan pedang ketika cukup mengunakan cambuk, dan tidak akan
mengunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada ikatan setipis rambut
sekalipun antara aku dan sahabatku, maka aku tidak akan membiarkannya lepas.
Saat mereka menariknya dengan keras, aku akan melonggarkannya, dan ketika
mereka mengendorkannya, aku akan menariknya dengan keras. (Muawiyah ibn Abi
Sufyan).[5]
Pernyataan di atas cukup mewakili sosok Muawiyah ibn Abi
Sufyan. Ia cerdas dan cerdik. Ia seorang politisi ulung dan seorang negarawan
yang mampu membangun peradaban besar
melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri sebuah dinasti besar yang mampu
bertahan selama hampir satu abad. Dia lah pendiri Dinasti Umayyah, seorang
pemimpin yang paling berpengaruh pada abad ke 7 H.
Di tangannya, seni berpolitik mengalami kemajuan luar biasa
melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya. Baginya, politik adalah senjata maha
dahsyat untuk mencapai ambisi kekuasaaanya. Ia wujudkan seni berpolitiknya
dengan membangun Dinasti Umayyah.
Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41
H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin
dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik yang demokratis
sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa
sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi Heredities, yaitu kepemimpinan
yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui
kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak. Sukses kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.
Muawiyah bermaksud mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium. Dia memang
tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru
dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah”
dalam pengertian “Penguasa” yang di angkat oleh Allah.[6]
D. Masa
Kemajuan Dinasti Bani Umayyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana
perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti
sejak zaman kedua khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90
tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah
Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina,
sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri
yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk
Soviet Rusia.
Menurut
Prof. Ahmad Syalibi, penaklukan militer dijaman Umayyah mencakup tiga front
penting, yaitu sebagai berikut.
Pertama, front melawan bangsa Romawi di
Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel, dan
penyerangan ke pulau-pulau di Lautan Tengah.
Kedua, frontnAfrika Utara. Selain
menundukan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyebrangi Selat
Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front timur menghadapi wilayah
yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini di bagi menjadi dua daerah.
Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Ammu Darya).
Sedangkan yang lainya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian
barat.
Pada masa
pemerintahan Muawiyah diraih kemajuan besar dalam perluasan wilayah, meskipun
dibeberapa tempat masih bersifat rintisan. Disamping keberhasilanya dalam
memperluas wilayah, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai
bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun sosial kebudayaan. Dalam bidang
politik, Bani Umayyah menyusun pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan
administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majlis penasehat
sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang sekretaris untuk membantu pelaksanaan
tugas, yang meliputi:
1. Katib Ar-Rasail, sekretaris
yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-menyurat dengan para
pembesar setempat.
2. Katib Al-Kharraj, sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan penerimaan dan pengeluaran negara.
3. Katib Al-jundi, sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan dengan ketentaraan.
4. Katib Asy-Syurtah, sekretaris yang
bertugas menyelenggarakan peeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
5. Katib Al-Qudat, sekretarsi yang
bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-badan peradilan dan
hakimsetempat.
Sekalipun
masa Dinasti Umayyah ini banyak negatifnya, namun dari segi ilmiah, bahasa, sastra
dan hal lainya tetap maju, menonjol dan mengambil kedudukan yang layak. Bangsa
arab adalah ahli syair, dan para penggemarnya dalah rakyat dan orang-orang kaya
yang memberikan kedudukan khusus bagi para penyair denga memberikan hadiah yang
cukup besar dan memuaskan.
Pada
masa itu Abul Aswad Ad-Duali (w. 681 M) menyusun gramatika Arab dengan
memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik yang
bertujuan memudahkan orang dalam membaca dan mempelajari, dan menjaga barisan
yang menuntukan gerak kata dan bunyi suara serta ayunan iramanya, hingga dapat
diketahui maknanya. Kerajaan ini pun telah mulai menempatkan dirinya dalam ilmu
pengetahuan dengan mementingkan buku-buku bahasa Yunani dan Kopti (Kristen
Mesir).[7]
Kemajuan Bidang
Peradaban
Dinasti Umayyah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai bidang yang
telah dilakukan masa kekuasaan sebelunya, yaitu masa kekuasaan khulafaur
rasyidin. Menurut Juri Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.
1. Pengebangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam
sebagai daulah (negara), kemudian dikuatkanya dan dikembangkanlah bahasa Arab
dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa
Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus
menggunakan bahasa Arab, termasuk dalam daerah bekas jajahanya yang semula
menggunakan bahasanya sendiri.
2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai
pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Tepat tersebut dinamakan
Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di kota inilah berkumpul para pujangga,
filsuf,ulama, penyair, dan cendekiawan lainya, sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya Islam.
3. Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu qiraat
merupakan ilmu syariat tertua, yang telah dibina sejak zaman khulafaur
rasyidin. Kemudian pada masa Dinasti Umayyah dikembangkan sehingga menjadi
cabang ilmu Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Asyim bin Abi Nujud (w. 127 H).
4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Alqur’an sebagai kitab suci di perlukan
interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al-qur’an
dikalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan Ilmu tafsir, ulama yang
membukukan Ilmu tafsir yaitu Mujahid (w. 104 H).
5. Ilmu Hadits
Ketika kaum muslimin berusaha memahami Al-qur’an,
ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu Hadits atau
ucapan Nabi. Oleh karena itu tibul usaha untuk mengumpulkan hadits, menyelidiki
asal-usulnya sehingga menjadi sebuah ilmu yang berdiri sendiri yang disebut
ilmu hadits. Para ahli hadits yang termasyhur pada asa Dinasti Umayyah adala
Al-Auzai Abdurahman bin Amru (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), Ibnu Abu
Malikah (w. 119 H), dan Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil (w. 104 H).
6. Ilmu Fiqih
Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat
membutuhkan adanya peraturan untuk menjadi pedaman dalam menyelesaikan berbagai
masalah. Mereka kembali kepada Al-qur’an dan Hadits dan mengeluarkan syariat
untuk mengatur pemerintahan dan rakyat. Al-qur’an adalah dasar fiqih dan pada
zaman sekarang ilmu fiqh menjadi cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Di
antara ahli fiqih yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar
binAbdurahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
7. Ilmu Nahwu
Pada masa dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang
secara luas, khusunya diwilayah luar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan.
Hal tersebut diperlukan pula karena bertambahnya orang-orang Ajam (non-Arab)
yang masuk Islam, sehingga keberadaan bahsa Arab sangat dibuktuhkan. Oleh
karena itu, dibukukanlah ilum nahwu dan berkebanglah satu cabang ilmu yang
penting untuk mempelajari berbagai ilmu agama Islam.
8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Jughrafi dan Tarikh pada m asa Dinasti Umayyah terlah
berkembang menjadi Ilmu tersendiri. Demikian ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik
sejarah umum maupun sejarah Islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah
Islam kedaerah-daerah baru yang luas dan jauh menibulkan gairah untuk mengarang
ilmu jughrafi (ilmu bumi atau geografi), deikian pula ilu tarikh. Ilmu jugrafi
dan ilu tarikh lahir pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkebang menjadi suatu
ilmu yang betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.
9. Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah, pada masa
Dinasti Umayyah duulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari
bahasa-bahasa lain kedalam bahasa Arab. Dengan demikian jelas bahwaa gerakan
penerjemahan telah dimulai pada zaman ini, hanya baru berkembang pesat pada
zaman Dinasti Abbasyiah. Yang mula-mula melakukan penerjemahan adalah Khalid
bin Yazid, seorang pengarang yang sangat cerdas dan abisius. Ketika gagal
endapat kursi kekhalifahan iya menumpahkanya dala ilmu pengetahuan, antara lain
mengusahakan penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa lain kedalam
bahasa Arab. Didatang kan ke Damaskus para ahli ilmu penggetahuan yang
melakukan penerjemahan dari berbagai bahasa. Maka diterjeahkan buku-buku
tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilu fisika, kedokteran dan
lain-lain. khalid sendiri adalah ahli dalam ilmu astronomi.[8]
Demikian
berbagai kemajuan ilu pengetahuan pada masa Dinasti Umayyah yang telah
berkembang pesat sebagai embrio perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman
Dinasti Abbasyiah.
E. Masa
Kehancuran Dinasti Bani Umayyah
Meskipun kejayaan telah diraih Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih
lama, dikarenakan kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari pihak luar.
Menurut
Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan
mebawanya kepada kehancuran, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem penggantian khalifah melalui
garis keturunan adalah sesuatu tradisi yang baru bagi bangsa Arab, yang lebih
menentukan aspek senioritas, pengaturanya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem
pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalangan anggota keluarga.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti
Umayyah tidak terlepas dari berbagai konflik politik yang terjadi pada masa
Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan khawarij terus menjadi gerakan
oposisi, baik secara terbuka seperti dimasa awal dan akhir maupun secara tersembunyi
seperti masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap
gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah,
pertentangan etnis antara suku arabia utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani
Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam semakin runcing. Perselesihan
ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang
persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagai besar golongan timur lainya
merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas,
ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani
Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan Daulah Bani
Umayyahjuga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkingan istana sehingga
anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karna
perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan
Dinasti Umayyah adalah munculnnya kekuatan baru yang di pelopori oleh keturunan
Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani
Hasyim dan golongan Syi’ah. Dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan
Bani Umayyah.[9]
Beberapa
penyebab tersebut muncul dan menumpuk jadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan
orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari
Bani Umayyah yang dijupainya.
Demikkianlah,
Dinasti Uayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur
melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkaan oleh Dinasti
Bani Abbasiyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (arwan II) pada tahun 127
H/744 M.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah disebutkan, maka dapat
kita ambil kesimpulan. Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai
sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin
Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap
terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri). Setelah wafatnya
Utsman bin Afan maka masyarakat Madinah mengangkat sahabat Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah yang baru. Dan masyrakat melakukan sumpah setia (bai’at)
terhadap Ali pada tanggal 17 Juni 656 M / 18 Djulhijah 35 H.
Dinasti
umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini
sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan
namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan
kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali
yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah
setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya
ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah
(‘Am al Jama’ah) tahun 41 H /661 M.
Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari
kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia menghapus sistem
tradisional yang cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan
sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika
menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada
tahun 679 M.
Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini
mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang
mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan,
pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang administrasi
pemerintahan dengan pembentukan dewan-dewan, organisasi keuangan dan percetakan
uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut,
organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya, bidang seni dan sastra, bidang
seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.
Kemunduran
dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya
adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan
dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara
dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin
pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani
Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.
B. Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami telah kami susun secara sistematis agar
pembaca mudah untuk memahaminya. Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah
merupakan ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang cerdas
adalah orang yang belajar dari sejarah.
Sering kali kita lupa bahwa “meskipun” berkisah mengenai
masa lampau, tapi sejarah begitu penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui
sejarah, kita belajar untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar
menghargai tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat
ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan
menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa depan
Islam
merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah yang panjang. maka dari
itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi ilmu-ilmu yang berkaitan dengan
sejarah Islamiah. Demi menguatkan keteguhan dan rasa
kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang kita peluk ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Al-Usyairi, Sejarah Islam Sejak
Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.
Ali Mufrodi, Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997).
Badri yatim, “Sejarah Peradaban Islam,Dirasah islamiyah II”,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001) Cet.XII
Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),
Faud Mohd, Fachruddin, Perkembangan
Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm.46.
Mashurimas, “Makalah Kekuasaan Dinasti
Umayyah” , di akses dari http://mashurimas.blogspot.com. 09 November 2014
R. Cecep
Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, The
History of Arabs (Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta. 2008), Cet. Ke-1
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:
Amzah, 2013), cet.3
[1]
Mashurimas, “Makalah Kekuasaan Dinasti Umayyah” , di akses dari http://mashurimas.blogspot.com. 09
November 2014.
[5]
R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, The
History of Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
2008), Cet. Ke-1, hlm..257.
[6]
Badri yatim, “Sejarah Peradaban
Islam,Dirasah islamiyah II”, PT Raja Grafindo Persada, Cet.XII, 2001, hlm.
42
0 komentar:
Post a Comment