Wednesday, January 6, 2016

ALIRAN JABARIYAH


Mata Kuliah Tauhid Ilmu Kalam 
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2014/2015




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang ini banyak sekali lahirnya suatu aliran-aliran atau pemikiran-pemikiran yang muncul di dalam Islam itu sendiri. Sehingga timbullah berbagai macam pendapat-pendapat tentang Islam itu sendiri.
Ketika agama lebih dipahami dari sisi dogmatis, tekstual-foemalistik, ritualistic, dan simbolik, maka ia akan mudah memicu konflik, apalagi jika berbenturan dengan peradaban yang dianggap menyimpang. Bila hal tersebut terjadi, maka ajaran-ajaran agama yang sebenarnya sarat dengan nilai-nilai humanitas (Islam rahmatan lil ‘alamin) menjadi pudar. Yang muncul hanyalah kekerasan, radikal, dan terror.
Tentang apakah pada diri manusia itu terdapat kemampuan daya ihtiar atau tidak, maka lahirlah Firqoh Qadariyah dan Firqoh Jabariyah. Qadariyah sebagai indeterminisme teolagis, menurutnya manusia mempunyai kebebasan menentukan nasibnya sendiri atau bebas berkehendak untuk berbuat. Karena banyak terdapat segi-segi persamaan pemikiran filsafatnya dengan Mu’tazilah, maka disebut Qadariyah Mu’tazilah.
Berbeda halnya dengan Firqah Qadariyah, maka Firqah Jabariyah, sebagai determinisme teologis, menurutnya manusia dalam perbuatannya itu serba terpakasa atau majbur di luar daya ikhtiarnya, ibarat sehelai bulu ayam terpaksa terbang mengikuti angin bertiup atau seumpama sepotong kayu mengikuti kemana saja hempasan ombak lautan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud  jabariyah?
2.      Bagaimanakah sejarah munculnya aliran jabariyah?
3.      Apa sajakah ajaran-ajaran aliran jabariyah?
4.      Bagaimana cirri-ciri aliran  jabariyah?

C.    Tujuan
Dengan ditulisnya makalah ini semoga dapat  bermafaat untuk kita semua maka harapan penulis semoga materi makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengerian Jabariyah
Secara etimologi maupun sacara terminologi. Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. (Abdul Razak, 2009 : 63).
Pengertian arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok atau suatu aliran (isme). Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’ dan qadar [1]
Dapat Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri.

B.     Sejarah Munculnya  Jabariyah
Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yaitu di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini Muawiyah bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pemikiran rakyat, bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar atau ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang pertama kali mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada hubungannya dengan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut.
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat. [2]

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:

1.      QS ash-Shaffat: 96

وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".

2.       QS al-Anfal: 17

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

3.      QS al-Insan: 30

وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya : “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah: [3]


a.       Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.

b.      Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.

c.       Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib setelah perang Shiffin ditanya oleh orang tua tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.

d.      Adanya paham Jabar sudah ada sejak pada masa Bani Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.


Di samping adanya bibit pengaruh faham jabar yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya pengaruh dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah sebagai reaksi dari tiga perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya, telalu tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan ketiga adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih.


C.    Ajaran-ajaran Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
1.      Doktrin  Jabariyah ekstrim adalah  pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya, jika seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha dan qadar Tuhan yang menghendakinya. Diantara tokoh Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut: [4]
a.      Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari Khurusan, dan bertempat tinggal di Khufah; ia seorang da’i yang fasih dan lincah (orator)
Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapat Jahm berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:
1)      Manusia tidak akan mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2)      Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
3)      Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Didalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan oleh kaum Murji’ah.
4)      Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Mahasuci dari segala sigat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat denganindera mata di akhirat.


b.      Ja’ad bin Dirham
Al-Ja’ad adalah seseorang Maulana Bani Hakim , tinggal di damaskus, ia dibesarkan didalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia dipercaya untuk mengajar dilingkkungan pemerintahan Bani Umayah, tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang controversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudian Al-Ja’d pergi ke Kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm,
Doktrin pokok Ja’ad secara umum memiliki kesamaan denga pemikiran Jahn. Al-Guraby menjelaskannya sebagai berikut:
1)      Al-Qur’an itu adalah makhluk. Oleh karena itu, sesuatu yang baru tidak dapt disifatkan kepada Allah.
2)      Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk. seperti berbicara, melihat, dan mendengar.
3)      Manusia dipaksa oleh Allah dalam segala-galanya

2.      Ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan. Diantara tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut:

a.      An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad. An-Najjar (wafat 230 H). para pemikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. An-Najjar berpendapat bahwa,
1)      Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Dengan demikiran, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya bergantung pada dalang, sebab tenaga diciptakan Tuhan dalam diri  manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2)      Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.

b.      Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya  tentang perbuatan manusia sama dengan Husein An-Najjar, yaitu bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Dhirara mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.


D.    CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAH
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1.      Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya, buruk atau baik Allah semata yang menentukannya.
2.      Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3.      Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4.      Iman cukup dalam hati saja tanpa harus diucapkan.
5.      Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6.      Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7.      Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8.      Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah
                                                                           




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Didalam pembukaan makalah ini kami menggunakan berbagai sumber. Namun didalam makalah ini kami hanya dapat mengembangkan hanya semampu kami. Dari berbagai pemaparan materi tersebut dapat disimpulkan bahwa  Aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan.
Pembalasan surga dan  neraka itu bukan sebagai ganjaran atas kebaikan atau kejahatan yang diperbuat manusia sewaktu hidupnya, dan balasan kejahatan yang dilarangnya, tetapi surge dan neraka itu semata-mata sebagai bukti kebesaran Allah Swt, dalam qodrat dan  iradat-Nya.

B.     Saran
Didalam pembuatan makalah ini kami masih banyak mendapatkan kesulitan. Diantaranya dalam pencarian sumber referensi. Dan kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan sekalian, kami selaku pemapar menyadari masih benyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami masi mengharapkan saran dan arahan dari rekan-rekan sekalian.










DAFTAR PUSTAKA


Anwar,  Rosihan, Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2011

Nasir, Salihun, Pemikiran Kalam, Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2012

Rozak, abdul, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung . 2012




[1] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2011, cet ke-6, hlm. 63

[2] Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hlm. 81-82
[3] Rosihan Anwar, Ibid, hlm. 64
[4] Salahudin Nasir, Teologi islam, Jakarta: 2012, hlm. 144
Add to Cart

0 komentar:

Post a Comment