Mata Kuliah Tauhid Ilmu Kalam
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
JURAI SIWO METRO
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada zaman
sekarang ini banyak sekali lahirnya suatu aliran-aliran atau
pemikiran-pemikiran yang muncul di dalam Islam itu sendiri. Sehingga timbullah
berbagai macam pendapat-pendapat tentang Islam itu sendiri.
Ketika
agama lebih dipahami dari sisi dogmatis,
tekstual-foemalistik, ritualistic, dan simbolik,
maka ia akan mudah memicu konflik,
apalagi jika berbenturan dengan peradaban yang dianggap menyimpang. Bila hal
tersebut terjadi, maka ajaran-ajaran agama yang sebenarnya sarat dengan
nilai-nilai humanitas (Islam rahmatan lil ‘alamin) menjadi
pudar. Yang muncul hanyalah kekerasan,
radikal, dan terror.
Tentang
apakah pada diri manusia itu terdapat kemampuan daya ihtiar atau tidak, maka
lahirlah Firqoh Qadariyah dan Firqoh Jabariyah. Qadariyah sebagai indeterminisme
teolagis, menurutnya manusia mempunyai kebebasan menentukan nasibnya
sendiri atau bebas berkehendak untuk berbuat. Karena banyak terdapat segi-segi
persamaan pemikiran filsafatnya dengan Mu’tazilah,
maka disebut Qadariyah Mu’tazilah.
Berbeda
halnya dengan Firqah Qadariyah, maka Firqah Jabariyah, sebagai determinisme teologis, menurutnya
manusia dalam perbuatannya itu serba terpakasa atau majbur di luar daya ikhtiarnya, ibarat sehelai bulu ayam terpaksa
terbang mengikuti angin bertiup atau seumpama sepotong kayu mengikuti kemana
saja hempasan ombak lautan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud
jabariyah?
2.
Bagaimanakah sejarah munculnya aliran jabariyah?
3.
Apa sajakah ajaran-ajaran aliran jabariyah?
4.
Bagaimana cirri-ciri aliran jabariyah?
C.
Tujuan
Dengan ditulisnya
makalah ini semoga dapat bermafaat untuk
kita semua maka harapan penulis semoga materi makalah ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengerian Jabariyah
Secara
etimologi maupun sacara terminologi. Kata Jabariyah
berasal dari kata Jabara dalam
bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu.
(Abdul Razak, 2009 : 63).
Pengertian
arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara merupakan suatu paksaan di dalam
melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah (dengan menambah Yaa’ nisbah) mengandung pengertian bahwa
suatu kelompok atau suatu aliran (isme).
Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang dikemukakan oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan
manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah, dengan kata
lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam referensi
Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau Predestination. Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha’
dan qadar [1]
Dapat
Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang
memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur
keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’ dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat
Islam yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu
disamakan dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati
yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang
diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu
di udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi
dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri.
B. Sejarah Munculnya
Jabariyah
Pendapat
Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yaitu di masa
keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah
dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan
Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini
Muawiyah bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pemikiran
rakyat, bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam
adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar atau ketentuan dan keputusan Allah
semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan
Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan
Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin
Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang pertama
kali mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan
manusia ditentukan Allah semata, tidak ada hubungannya dengan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa Al-Quran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris kedua pemahaman tersebut.
Disebut
Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan terhadap
adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri sendiri
tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham
penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan
pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di
hari kiamat. [2]
Terlepas dari perbedaan pendapat
tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri banyak terdapat
ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah,
diantaranya:
1. QS
ash-Shaffat: 96
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
2. QS al-Anfal: 17
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan
tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin,
dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.”
3.
QS al-Insan:
30
وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya :
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Selain ayat-ayat Alquran di atas
benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah: [3]
a.
Suatu ketika
Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan,
Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
b.
Khalifah
Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi,
pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar
itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh
karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman
potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir
Tuhan.
c.
Ketika
Khalifah Ali bin Abu Thalib setelah perang Shiffin
ditanya oleh orang tua tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala.
Orang tua itu bertanya,"apabila
perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan,
tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa
Qadha dan Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala dan siksa akan didapat
berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak
ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak pujian bagi
orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d.
Adanya paham
Jabar sudah ada sejak pada masa Bani Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.
Di samping adanya bibit pengaruh
faham jabar yang telah muncul dari pemahaman terhadap ajaran Islam itu sendiri.
Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya
pengaruh dari pemikriran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan
agama Kristen bermazhab Yacobit.
Adapun yang menjadi dasar munculnya paham ini adalah
sebagai reaksi dari tiga perkara: pertama, adanya paham Qadariyah, keduanya,
telalu tekstualnya pamahaman agama tanpa adanya keberanian menakwilkan dan
ketiga adalah adanya aliran salaf yang ditokohi Muqatil bin Sulaiman yang
berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga membawa kepada Tasybih.
C. Ajaran-ajaran
Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim
dan moderat.
1.
Doktrin Jabariyah
ekstrim adalah pendapatnya bahwa
segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya
sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Misalnya, jika
seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendak
sendiri, tetapi timbul karena qadha
dan qadar Tuhan yang menghendakinya.
Diantara tokoh Jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut: [4]
a.
Jahm bin Shofwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia berasal dari
Khurusan, dan bertempat tinggal di Khufah; ia seorang da’i yang fasih dan
lincah (orator)
Sebagai seorang penganut dan penyebar faham Jabariyah, banyak usaha yang
dilakukan Jahm yang tersebar ke berbagai tempat seperti ke Tirmidz dan Balk.
Pendapat Jahm berkaitan dengan persoalan teologi adalah sebagai berikut:
1)
Manusia tidak akan mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak
mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
2)
Surga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
3)
Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Didalam
hal ini, pendapatnya sama dengan konsep iman yang dimajukan oleh kaum Murji’ah.
4)
Kalam Tuhan
adalah makhluk. Allah Mahasuci dari segala sigat dan keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat
denganindera mata di akhirat.
b.
Ja’ad bin Dirham
Al-Ja’ad adalah seseorang Maulana Bani Hakim , tinggal di damaskus, ia
dibesarkan didalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi.
Semula ia dipercaya untuk mengajar dilingkkungan pemerintahan Bani Umayah,
tetapi setelah tampak pikiran-pikirannya yang controversial, Bani Umayah
menolaknya. Kemudian Al-Ja’d pergi ke Kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm,
Doktrin pokok Ja’ad secara umum memiliki kesamaan denga pemikiran Jahn.
Al-Guraby menjelaskannya sebagai berikut:
1)
Al-Qur’an itu adalah makhluk. Oleh karena itu, sesuatu yang baru
tidak dapt disifatkan kepada Allah.
2)
Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk. seperti
berbicara, melihat, dan mendengar.
3)
Manusia
dipaksa oleh Allah dalam segala-galanya
2.
Ajaran
Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu
positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang
dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan
yang diciptakan tuhan. Diantara tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut:
a.
An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad. An-Najjar (wafat 230 H). para
pemikutnya disebut An-Najjariyah atau Al-Husainiyah. An-Najjar berpendapat
bahwa,
1)
Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian
atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Dengan
demikiran, manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang yang
gerakannya bergantung pada dalang, sebab tenaga diciptakan Tuhan dalam
diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
2)
Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan
tetapi An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati
(ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
b.
Adh-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan Husein
An-Najjar, yaitu bahwa manusia tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan
dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak
semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Dhirara mengatakan bahwa satu
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan
manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi juga oleh manusia itu
sendiri. Manusia turut berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
D. CIRI-CIRI
AJARAN JABARIYAH
Diantara
ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1.
Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar
apapun, setiap perbuatannya, buruk atau baik Allah semata yang menentukannya.
2.
Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum
terjadi.
3.
Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4.
Iman cukup dalam hati saja tanpa harus diucapkan.
5.
Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan
makhluk ciptaanNya.
6.
Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur
dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah
semata.
7.
Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh
penduduk surga.
8.
Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Didalam pembukaan makalah ini kami menggunakan berbagai
sumber. Namun didalam makalah ini kami hanya dapat mengembangkan hanya semampu
kami. Dari berbagai pemaparan materi tersebut dapat disimpulkan bahwa Aliran
Jabariyah adalah aliran sekelompok orang yang memahami bahwa segala perbuatan
yang mereka lakukan merupakan sebuah unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan
dikarenakan telah ditentukan oleh qadha’
dan qadar Tuhan.
Pembalasan surga dan neraka itu bukan sebagai ganjaran atas
kebaikan atau kejahatan yang diperbuat manusia sewaktu hidupnya, dan balasan
kejahatan yang dilarangnya, tetapi surge dan neraka itu semata-mata sebagai
bukti kebesaran Allah Swt, dalam qodrat dan
iradat-Nya.
B.
Saran
Didalam pembuatan makalah ini kami masih
banyak mendapatkan kesulitan. Diantaranya dalam pencarian sumber referensi. Dan
kepada Dosen pengajar dan rekan-rekan sekalian, kami selaku pemapar menyadari
masih benyak kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami masi mengharapkan
saran dan arahan dari rekan-rekan sekalian.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2011
Nasir,
Salihun, Pemikiran Kalam, Raja
Grafindo Persada, Jakarta: 2012
Rozak,
abdul, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung
. 2012
0 komentar:
Post a Comment