MAKALAH SPI
Program study: Ekonomi Syariah
Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Negri (STAIN) Jurai Siwo Metr
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Karateristik ajaran Islam dalam
bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi juga selektif.
Yakni dari satu segi Islam terbuka dan akomodatif untuk menerima berbagai
masukan dari luar, tetapi bersamaan dengan itu islam juga selektif, yakni tidak
begitu saja menerima seluruh jenis ilmu dan kebudayaan, melainkan ilmu dan
kebudayaan yang sejalan dengan islam.Karateristik dalam bidang ilmu pengetahuan
dan kebudayaan tersebut dapat pula dilihat dari 5 (lima) ayat pertama surat
al-Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW.
2.
Rumusan
Masalah
a. Menjelaskan
tentang karateristik islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan
b. Konsep
kebudayaan dan peradaban islam
c. Dasar-dasar
peradaban islam
d. Periodesasi
sejarah peradaban islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah sebagai Ilmu Pengetahuan
Dalam bahasa Inggris, sejarah disebut history
yang artinya masa yang telah lampau.Dalam hal ini masa lampau umat manusia.[1]Oleh
karena itu, sejarah tentu saja membahas kegiatan manusia di masa lampau.Bahkan
kata history ini berawal dari kata benda istor dalam bahasa
Yunani berarti orang pandai atau bijaksana.Hal ini karena dalam catatan sejarah
peristiwa dan kisah yang terjadi dapat diambil ibrahnya sehingga manusia tidak
melakukan kesalahan lagi dalam kehidupannya.Oleh karena itu, sejarah dapat
diartikan silsilah keturunan raja-raja, yang berarti merupakan peristiwa
pemerintahan dan keluarga raja yang sudah lampau.Ada juga yang menyebutkannya
dalam bahasa Arab yaitu Tarikh yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang
berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa.Sejarawan Indonesia, seperti
Sartono Kartodirjo membagi pengertian sejarah sebagai subjektif dan objektif.[2]Sejarah dalam
arti Subjektif adalah suatu konstruk, yakni bangunan yang disusun penulis
sebagai suatu uraian atau cerita. Disebut subjektif tidak lain karena sejarah
memuat unsur-unsur dari isi subjek (pengarang, penulis). Karena pengetahuan
maupun gambaran sejarah adalah hasil penggambaran atau rekonstruksi dari
pengarang, mau tidak mau memuat sifat-sifat, gaya bahasa, struktur pemikiran,
pandangan, dan sebagainya. Sedangkan sejarah dalam arti objektif adalah
menunjuk kejadian atau peristiwa itu sendiri, yakni proses sejarah dalam
aktualitasnya.
Dalam kaitan seperti ini, Ibn Khaldun; seorang
pemikiran besar sosial – Islam, mengingatkan kepada setiap sejarawan bahwa
untuk melihat kembali sejarah secara objektif, seorang sejarawan harus bisa
mengenal dengan jelas berbagai struktur kebudayaan dan sosial manusia yang akan
ditelitinya, termasuk berbagai pemahaman metodologi kearah ini. Tanpa mengenal dan
mengerti dari dekat objek yang akan dikaji berikut metodologinya, mustahil ia
bisa menjelaskan fenomena sejarah secara objektif.[3]Begitupun,
tanpa metodologi yang jelas, alur penjelasan secara rasional atau dalam bahasa
sekarang rekonstruksi, sistematika-kronologis dan analisisnya akan sulit
dimengerti dan diayakini bahwa suatu persitiwa telah terungkap seperti apa
adanya. Perlu diketahui bahwa sejarah bukan hanya membahas peristiwa serta
kejadian yang telah lampau saja, tetapi ada tiga aspek yang saling terkait,
yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Peristiwa masa lampau dijadikan pengalaman
serta pelajaran untuk masa kini, sedangkan peristiwa masa kini dijadikan titik
tolak kegiatan di masa mendatang.Hal ini berarti bahwa sejarah mengandung
pelajaran tentang nilai dan moral. Sehingga sejarah itu mempunyai gambaran
tentang latar belakang masyarakat yang ingin dibicarakan dan memiliki
kesinambungan dan perubahan dalam setiap perubahan sehingga dapat diantisipasi
terhadap apa yang terjadi sehingga sejarah secara ilmu akan dapat berkembang.
Hal inilah yang menganggap bahwa sejarah adalah suatu ilmu tentang manusia,
ilmu tentang waktu (ada perubahan, pengulangan, perkembangan dan
kesinambungan), sesuatu yang memiliki makna sosial, ilmu tentang sesuatu yang
tertentu yaitu satu-satunya yang terinci dapat direkonstruksikan dimasa akan
datang.
Ada juga orang mengatakan bahwa sejarah itu
merupakan rentetan peristiwa sebab akibat.Inipun ada benarnya, karena peristiwa
yang sedang terjadi biasanya diakibatkan oleh sebuah peristiwa yang sedang
terjadi biasanya diakibatkan oleh sebuah peristiwa yang mendahului atau
peristiwa yang melatarbelakangi.
Apabila disimpulkan sejarah berarti
catatan-catatan peristiwa masa lampau yang benar-benar terjadi dan disusun
berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan melalui proses penelitian serta
pengujian ilmiah.
Apabila kita selidiki lebih dalam, sejarah itu
ada setelah manusia ada di muka ini. Dengan demikian, sejarah mempunyai sifat
yang spesifik dibanding ilmu lainnya, antara lain :
1. Masa lalu yang dilukiskan secara urutan
waktu atau kronologis
2. Ada hubungan sebab akibat atau kausalitas
4. Kebenarannya bersifat sementara (merupakan
hipotesis) yang akan gugur apabila ditemukan data pembuktian baru.
Sejarah sebagai peristiwa pada hakikatnya sudah
tidak ada lagi.Oleh karena itu, tidak mungkin lagi dapat mengamati atau
menyaksikan peristiwa tersebut. Yang bisa kita amati adalah sejarah sebagai
kisah, yaitu penelitian sejarah sebagai peristiwa.
Sejarah sebagai kisah adalah hasil karya atau
hasil ciptaan orang yang menulisnya atau sejarawan penulis.Sejarah sebagai
kisah seharusnya cocok dengan sejarah sebagai peristiwa masa lalu yang
digambarkannya. Sejarawan penulis dapat mengetahui bahwa peristiwa masa lampau
terjadi seperti yang dikisahkan, sebab dalam menyusun kisah masa lampau ia
menggunakan dasar jejak-jejak peristiwa masa lampau.
Proses penyusunan sejarah sebagai kisah, para
sejarawan menggunakan dasar jejak-jejak yang ditinggalkan oleh sejarah sebagai
peristiwa. Dengan perkataan lain, sejarah sebagai peristiwa menjadi sumber
sejarah sebagai kisah. Pengetahuan tentang masa lampau tidak begitu saja kita
peroleh dengan mudah.Untuk memperolehnya, kita harus melakukan penelitian yang
kadang-kadang sulit sehingga memakan waktu dan pemikiran yang tidak sedikit.
Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah
memiliki syarat-syarat dari suatu ilmu. Adapun syarat-syarat ilmu adalah
sebagai berikut:
1. Ada masalah yang menjadi objek
2. Ada metode
3. Tersusun secara sistematis
4. Menggunakan pemikiran yang rasional
5. Kebenarannya bersifat objektif
Syarat-syarat di atas dapat diketahui dalam
sejarah. Hal itu dapat terlihat sebagai berikut:
1. Masalah yang menjadi objek kajian sejarah
ialah kejadian-kejadian di masa lalu yang menimbulkan perubahan dalam kehidupan
manusia, kejadian-kejadian itu merupakan hubungan sebab akibat
2. Metode sejarah adalah cara menangani
bukti-bukti sejarah dan menghubungkannya serta memastikannya dengan bukti
tentang asal usul. Kemudian menarik tafsiran dengan bukti peristiwa masa lampau
sehingga terlihat probabilitasnya.
3. Kisah sejarah disusun dengan sistematis,
berdasarkan tahun kejadian dan peristiwa yang mengawalinya, dimulai dari judul,
bab, subbab, serta keterangan selanjutnya
4. Kebenaran fakta sejarah diperoleh dari
penelitian sumber sejarah yang dikumpulkan dengan menggunakan rasio. Contoh
penelitian sumber sejarah seperti fosil, candi dan peninggalan lain yang
diteliti secara rasional.
5. Kebenaran fakta sejarah adalah objektif,
karena dalam menyusun kisah sejarah harus berdasarkan fakta yang ada.
Secara konseptual, sejarah pada dasarnya
berkenaan dengan tiga aspek konseptual yang mendasarinya, yaitu konsep tentang
perubahan, konsep waktu dan kontinuitas.
1. Konsep Perubahan
Sejarah dalam hal ini adalah perubahan dari
suatu keadaan kepada keadaan lain. Meski demikian, hanya perubahan yang
benar-benar memiliki makna penting bagi kehidupan manusia yang dapat
dikategorikan sebagai peristiwa perubahan yang bernilai sejarah.Termasuk dalam
kategori ini diantaranya perubahan rejim kolonial ke nasional, dari masa
khulafaurrasyidin ke dinasti umaiyyah atau dari sistem musyawarah ke sistem
monarkhi.
2. Konsep Waktu
Peristiwa sejarah bukan sesuatu yang datang
tiba-tiba, bukan pula terjadi begitu saja tanpa sebab apapun.Setiap peristiwa
yang terjadi di suatu waktu tertentu pasti ada kaitannya dengan waktu sebelum
dan sesudahnya.Bila dirunut melalui penelaahan sejarah, sangat mungkin
ditemukan keterkaitannya suatu peristiwa dengan situasi atau peristiwa yang
terjadi sebelum dan sesudahnya.
Terjadinya suatu peristiwa senantiasa
dikarenakan oleh suatu sebab yang ada dalam alur waktu. Konteks hubungan
sebab-akibat peristiwa yang menjadi akibat dengan peristiwa lain menjadi sebab
adanya dalam dimensi waktu.
3. Konsep Kontinuitas
Kehidupan manusia berada dalam rangkaian
perubahan demi perubahan yang berkesinambungan. Perubahan demi perubahan
tersebut tidak akan berhenti pada suatu titik peristiwa. Dalam konteks kekinian
(postmodern) bahkan diyakini bahwa perubahan telah menjadi sesuatu yang pasti
sebagaimana ungkapan ahli masa depan (futurolog), “Saat ini yang pasti adalah
ketidak pastian dan yang tetap adalah perubahan (the certain now is
uncertain and the constant now is changing) Sebagian perubahan yang terjadi
tentunya ada yang bermakna sangat dalam bagi manusia, tetapi sebagian lagi
sangat boleh jadi tidak demikian. Kebermaknaan tersebut ditentukan oleh
berbagai faktor, seperti tingkat kedekatan, hubungan, kepentingan atau dampak
suatu perubahan terhadap manusia tertentu.Perubahan-perubahan tertentu yang
menjadi momentum sejarah tertentu bahkan sangat mungkin mengubah kehidupan
banyak orang.
Dari paparan dimuka dapat dinyatakan bahwa
bagian terpenting dari sejarah adalah adanya peristiwa yang terjadi di masa
lalu.Hanya saja, tidak semua peristiwa dimasa lalu dapat dikategorikan sebagai
peristiwa sejarah. Hal ini dikarenakan peristiwa yang dapat dikategorikan
sebagai peristiwa sejarah harus memenuhi beberapa kriteria, yakni
a)
peristiwa unik, tidak biasa atau terjadi secara fenomenal atau bahkan
monumental,
b)
peristiwa perubahan,
c)
proses yang bersifat kausalistik, bukan kebetulan,
d)
memiliki arti penting dalam kehidupan, dan
e)
subyektif dalam hal penulisan atau penafsiran fakta objektif.
2. Konsep Kebudayaan dan Peradaban dalam Islam
Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata
Arab al-hadarah al-islamiyah. Kata Arab ini juga diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam bahasa Arab adalah al-tsaqafah.
Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang
mensinonimkan dua kata kebudayaan (Arab, al-tsaqafah, Inggris, culture)
dan Peradaban (Arab: al-hadharah; Inggris: civilization)
Dalam perkembangan ilmu Antropologi sekarang,
kedua istilah itu dibedakan.Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat
mendalam suatu masyarakat.Sedangkan dilebih berkaitan dengan peradaban.Kalau
kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan
moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan tekhnologi.[4]
Menurut koentjaraningrat,[5]kebudayaan
paling tidak mempunyai tiga wujud:
1. Wujud ideal,
yaitu; wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2. Wujud
kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud benda,
yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.
Sedangkan istilah peradaban biasanya dipakai
untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah.
Menurutnya peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang
memiliki sistem tekhnologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan
ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.6 Jadi kebudayaan, menurut
definisi pertama, adalah wujud ideal dalam defenisi koentjaraningrat, sementara
menurut definisi terakhir, kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak
sebaliknya.
Menurut H.A.R. Gibb di dalam bukunya Whither
Islam sebagaimana yang dikutip oleh M. Natsir7 menyatakan “islam
is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization”
(Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban
yang sempurna). Karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya
kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan
kebudayaan atau peradaban Islam.
Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan
Islam terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah
agama. Jadi dalam Islam, tidak seperti pada masyarakat yang menganut agama bumi
(non-samawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan,
kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, maka agama
Islam adalah wahyu dari Tuhan yang termanifestasikan pada kebudayaan Islam.
Dasar –dasar kebudayaan inilah yang membentuk peradaban Islam.
Jika dilihat dari pengertian peradaban dari
bahasa Inggris; Civilization yang artinya, kemudian dalam bahasa Jerman
Weltanschauung yang artinya pencerahan.Hal ini bermakna peradaban adalah
konotasi positif pada diri manusia yang berkembang secara sadar menjadi manusia
yang ideal. Konsep peradaban yang dibangun dalam Islam menurut Ziauddin Sadar8
Bahwa eksistensi manusia dalam pencapaian peradaban dilihat dari cara
menggunakan eksistensinya menjadi prestasi way of life artinya dalam
pencapaian peradaban adanya perimbangan antara materi, akal, dan aspek
spiritual yang dicari manusia sehingga peradaban manusia menjadi konsep yang
lahir dari ilahi. Dengan demikian peradaban itu berarti suatu kondisi
masyarakat yang terdiri dari kesatuan budaya dalam sejarahnya dan merupakan
hal-hal yang tertinggi dari kebudayaan yang merupakan artificial, tidak
metafisis, tidak berjiwa melainkan dikuasai oleh intelektualitas manusia yang
hidup pada masa tersebut dan dalam islam parameternya peradaban itu tidak lain
adalah wahyu ilahi. Maka jika dikatakan Sejarah Peradaban Islam berarti
pemaparan keotentikan peristiwa masa lampau dilihat dari kemajuan
intelektualnya dalam sejarah islam yang dilakukan dengan pengujian keilmiahan.
3. Dasar-dasar peradaban Islam
Secara umum Ahmad Syalabi Menjelaskan bahwa formasi peradaban Islam
mewujud ke dalam tiga model berikut ini, pertama: peradaban Negara dan Sejarah
(hadharah al-duwal wa al-tarikh), yaitu pola dan bentuk peradaban yang
mengembangkan bangunan suatu kenegaraan dan pemerintahan. Dalam banyak hal,
telah banyak bermunculan pemerintahan dan Negara-negara Islam yang terus
berupaya untuk meningkatkan dan mengayomi masyarakatnya dalam kemajuan di
berbagai aspek kehidupan.Dalam hal ini kewajiban Negara tidak hanya mengayomi
satu kabilah saja, tapi mencoba menjadi wadah keumatan.Fenomena ini merupakan
perubahan sosial budaya dan politik yang sangat fundamental. Kedua peradaban tajribiyah
wa muqtasabah, yaitu peradaban luar yang diadopsi oleh islam, karena dalam
banyak hal telah diketahui dan dicapai bermacam ragam manusia pada beberapa
ratus atau bahkan beberapa ribu tahun sebelum islam lahir, seperti kemajuan
dalam bidang filsafat, sastra, kedokteran, ilmu pasti, astronomi dan lainnya.
Ketiga, peradaban Islam yang asli (al-hadharah
al-islamiyah al-ashylah), yaitu peradaban yang bersumber dan dibawa oleh
kewahyuan islam sendiri dalam mengembangkan dan memberdayakan masyarakat
manusia di mana sebelumnya tidak pernah ada. Seperti halnya pandangan Islam
yang memberikan nilai penghargaan dalam mengangkat harkat dan martabat jiwa
kemanusiaan pada posisi yang sangat tinggi.Peradaban seperti ini, sifatnya
orisinil dalam menciptakan hal-hal yang baru (al-khulkh, al-ibda atau
al-ibtikar).Manfaat peradaban yang asli ini dapat dinikmati, baik oleh umat
Islam ataupun umat lainnya.Peradaban Islam yang asli ini, menurut Ahmad Syalaby
meliputi beberapa aspek penting, di antaranya keimanan (akidah dan akhlak),
politik (siyasah), ekonomi (iqtisad), kehidupan sosial (al-hayah
al-ijtimaiyah) dan hubungan antar bangsa.
4. Periodisasi Sejarah Peradaban Islam
Peradaban Islam adalah landasan historis yang
mengkaji tentang keseluruhan kebudayaan dalam suatu periodisasi
sejarah.Periodisasi sejarah sangat berhubungan dengan konteks ruang dan waktu
yang sangat berpengaruh pada hasil karya, ide dan gagasan di masa yang lalu.
Oleh karena itu dikalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya
sejarah islam. Secara umum, perbedaan pendapat tersebut dapat dibedakan menjadi
dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah islam dimulai sejak
Nabi saw. Diangkat menjadi rasul. Menurut pendapat ini, selama 13 tahun Nabi
Muhammad saw tinggal di Mekkah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum
berdaulat. Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat islam
dimulai sejak nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah karena masyarakat muslim baru
berdaulat ketika nabi Muhammad saw tinggal di Madinah. Karena Muhammad saw yang
tinggal di Madinah, tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga merangkap sebagai
pemimpin atau kepala Negara berdasarkan konstitusi yang disebut Piagam Madinah.
Disamping banyaknya perbedaan mengenai sejarah umat Islam ini maka para
sejarawan juga berbeda dalam menentukan fase dalam periodisasi Islam ini salah
satu contoh.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution. Periodisasi
sejarah Islam terbagi pada 3 periode :
1. Periode
klasik (650 – 1250 M)
Pada periode ini, disebut juga sebagai masa
keemasan di dalam sejarah islam. Sebagai masa keemasan, masa ini sering
dijadikan tolak ukur dan rujukan keteladanan. Masa Nabi saw yang hanya
berlangsung kurang lebih 23 tahun. Pada periode klasik, arab sangat menonjol
karena memang Islam hadir di sana. Pada masa klasik telah terwujud kesatuan
budaya islam di bawah naungan Islam dengan bahasa arab. Pada masa ini Islam
meliputi dua masa kemajuan yaitu: masa Rasululah saw, khulafaurrasyidin, bani
umaiyah dan masa-masa permulaan daulah Abbasiyah. Masa itu merupakan masa
perluasan wilayah yang dimulai oleh khulafaurrasyidin dilanjutkan Bani Umaiyah
dan mencapai keemasan pada masa bani Abbasiyah yang membuat islam menjadi
Negara besar. Di masa ini peradaban Islam tumbuh menjadi peradaban baru.Dari
sisi perkembangan ilmu telah berkembang kajian-kajian teologi pada masa kini.
Pada awal islam pengaruh helenisme dan juga filsafat Yunani terhadap tradisi
keilmuan, Islam sudah sangat kental, sehingga pada saat selanjutnya pengaruh
itupun terus mewarnai perkembangan ilmu pada masa-masa berikutnya.
2. Periode
Pertengahan (1250 – 1800 M)
Pada periode pertengahan muncul tiga kerajaan
besar Islam yang mewakili tiga kawasan budaya, yaitu kerajaan usmani di Turki,
kerajaan Safawi di Persia, dan kerajaan mughal di India. Kerajaan-kerajaan
islam yang lain, meski juga ada yang cukup besar, tetapi jauh lebih lemah
dibandingkan dengan tiga kerajaan ini, bahkan berada dalam pengaruh salah satu
diantaranya. Kerajaan Mughal adalah kerajaan yang berdiri seperempat abad
setelah berdirinya Kerajaan Safawi, jadi diantar ketiga kerajaan besar tersebut
kerajaan mughal inilah yang termuda, walaupun kerajaan ini bukanlah kerajaan
Islam yang pertama di anak benua India,Pada periode pertengahan, pembahasan
yang paling banyak mendapat tempat adalah percaturan politik di pusat Islam dan
peradaban yang dibina oleh dinasti-dinasti yang kebetulan berhasil memegang hegemoni
politik, serta tiga kerajaan besar Islam (Usmani, Safawi, dan Mughal) dan
peradaban yang dibinanya. Pada periode ini terjadi dua masa kemunduran dan masa
Tiga Kerajaan Besar. Turki Utsmani, daulah Shafawiyah, dan Daulah Mongoliyah di
India. Fase tiga kerajaan besar mengalami kemajuan pada tahun 1500 – 1700 M,
dan mengalami kemunduran kembali pada 1700 – 1800 M
3. Periode Modern (1800 – sampai sekarang) Pada
masa ini telah terbentuk sistem masyarakat muslim yang bersifat global.
Masing-masing dibangun berdasarkan interaksi antara institusi Negara Islam,
keagamaan dan institusi Komunal Timur Tengah
dengan institusi sosial dan cultural setempat, dan setiap interaksi melahirkan
tipe kemasyarakatn Islam yang berbeda-beda. Meskipun setiap masyarakat bersifat
khas (unique), namun diantara mereka terdapat kemiripan bentuk dan antar mereka
dipertalikan oleh beberapa hubungan politik dan keagamaan dan oleh persamaan
nilasi-nilai cultural.Dengan demikian mereka membentuk Islam yang bersifat
global (mendunia).
Hal ini tentu berbeda dengan buku Badri Yatim
dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam yang membagi sbb:
1. Masa Kemajuan Islam (650 -1000M)
2. Masa disintegrasi (1000 – 1250 M)
3. Islam di Spanyol dan pengaruhnya terhadap
Renaisans di eropa
4. Masa tiga kerajaan Besar (1500-1800M)
5. Kedatangan Islam di Indonesia dan
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Melihat gambaran di atas masih banyak lagi
fase-fase lain yang di tulis kalangan sejarawan namun periode-periode ini sudah
dapat memberi batasan terhadap pemahaman kita pada sejarah islam. Pada
pembahasan kali ini hanya akan dibatasi pada masa klasik yaitu mulai dari Kota
Mekkah sebelum menjadi Islam (6 M-12 M) dan zaman pertengahan (13 M– 15 M)
serta pada zaman modern (15 M– 18 M) atau sampai zaman sekarangan ini karena
pembahasanSPI diikat oleh ruang dan waktu makakajiannya dapat fleksibel untuk
melihat proses peristiwa di era dulu dengan memandang di era sekarang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah peradaban islam
diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan islam dalam perspektif
sejarahnya
Peradaban Islam adalah
terjemahan dari kata Arab Al-Hadharah
Al-Islamiyyah. Kata dalam bahasa Arab ini sering kita terjemahkan
kedalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam.Di Indonesia seringkali
disinonimkan dua kata antara “ kebudayaan dan peradaban “. Namun dalam
perkembangan ilmu Antropologi sekarang, kedua istilah tersebut telah dibedakan.
Kebudayaan adalah
bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat.Sedangkan peradaban
lebih berkaitan Manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan
teknologis.Kebudayaan lebih direflesasikan dalam seni, sastra, religi, dan moral.
Sedangkan peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi
Priode sejarah
peradaban islam
-
Priode klasik
-
Priode petengahan
-
Pride modern
B. Saran
Belajar dari masa lalu merupakan sesuatu yang
perlu kita lakukan.Dari uraian di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa
kita harus berusaha dengan maksimal agar bisa membuat perubahan.Di samping itu
kita sebagai umat Islam juga harus bisa menjaga persatuan dan kesatuan agar
musuh-musuh Islam tidak bisa menghancurkan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Gottschalk,Louis.Mengerti Sejarah. 1986, Jakarta : UI Press.
Kartodirjo,Sarton.Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. 1993, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Khaldun,Ibn. Nuqaddimah. 1996, Jakarta : Pustaka Firdaus.
Koentjaraningrat.Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan.1985, Jakarta : Gramedia.
[1]Louis Gottschalk, Mengerti sejarah, Terj. Nuugroho Notosusanto,
(Jakarta : UI Press,1986), hlm. 27
[2]Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah,(Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm.14-15
[3]Ibn Khaldun, Nuqaddimah, Terj Ahmadi Thoho, (Jakarta : Pustaka
Firdaus,1996), hlm. 3-13
[4]Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta
: Gramedia, 1985). Hlm 5.
0 komentar:
Post a Comment